REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Kantor Imigrasi Kelas I Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) mendeportasi dua warga Australia berinisial BGW dan MK. Mereka diduga melanggar visa kunjungan izin tinggal selama berada di Indonesia dengan bekerja di Wyndham Sundancer Lombok Resort.
Pelaksana Tugas Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Mataram Armand Armada Yoga Surya mengatakan kedua warga Australia telah dideportasi ke negara asalnya sebelum terjadi operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap pejabat imigrasi pada Senin (27/5) lalu.
"Pendeportasiannya sebelum penangkapan, itu Sabtu, 25 Mei," kata Armand, Selasa (18/6).
Penyalahgunaan visa kunjungan bagi WNA sebenarnya telah diatur dalam pasal tindak pidana yang diuraikan pada Undang-Undang Nomor 6/2011 tentang Keimigrasian. Sanksi pidana untuk WNA yang melanggar aturan tersebut tersirat dalam Pasal 122 Huruf a Undang-Undang Nomor 6/2011 tentang Keimigrasian. Dalam pasalnya disebutkan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan pidana denda paling paling banyak Rp 500 juta.
Ancaman pidana bagi penyalahguna visa kunjungan sebenarnya tidak hanya dapat menjerat WNA yang bermasalah. Pemberi kerja, pihak sponsor, penjamin, dan siapa saja yang menyuruh atau memberikan kesempatan kepada WNA untuk menyalahgunakan visa kunjungan juga dapat dikenakan sanksi pidana.
Ancaman pidananya sama seperti WNA dan telah diuraikan dalam Pasal 122 Huruf b Undang-Undang Nomor 6/2011 tentang Keimigrasian. Selanjutnya, dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 6/2011 tentang Keimigrasian, WNA penerima visa kunjungan diberikan izin tinggal di wilayah Indonesia paling lama 30 hari.
Bentuk kegiatan yang dibolehkan antara lain melakukan tugas pemerintahan, pendidikan, sosial budaya, pariwisata, bisnis, keluarga, jurnalistik, atau singgah untuk meneruskan perjalanan ke negara lain. Dalam kasus suapnya, KPK menetapkan Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Mataram Kurniadie sebagai tersangka penerima suap Rp 1,2 miliar, bersama Kepala Sesi Intelijen dan Penindakan Kantor Imigrasi Kelas I Mataram Yusriansyah.
Kemudian dari pihak pemberi, KPK telah menetapkan Direkur PT Wisata Bahagia, pengelola Wyndham Sundancer Lombok Resort, Liliana sebagai tersangka. Suap yang diberikan Liliana ini diduga untuk menghentikan proses hukum BGW dan MK yang hanya memiliki izin tinggal sebagai turis.
Peran ketiga tersangka ditetapkan KPK berdasarkan hasil gelar perkara yang dilaksanakan dalam kurun waktu satu kali 24 jam usai tertangkap tangan di NTB. Dari gelar perkaranya menyatakan Kurniadie bersama Yusriansyah diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Khusus untuk Kurniadie, KPK menambahkan Pasal 9 atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan untuk Liliana, KPK menerapkan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.