Senin 17 Jun 2019 13:49 WIB

KPK Panggil 7 Calon Rektor UIN untuk Romi

7 calon Rektor UIN diperiksa sebagai saksi kasus suap jual beli jabatan di Kemenag

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Esthi Maharani
Mantan Ketua Umum PPP, Romahurmuziy
Foto: Republika/Dian Fath Risalah
Mantan Ketua Umum PPP, Romahurmuziy

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai melakukan pengembangan kasus suap yang menjerat mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy (Romi). Kali ini, KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap 7 calon Rektor UIN sebagai saksi untuk melengkapi berkas kasus suap jual beli jabatan di Kementrian Agama.

"KPK mulai melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah calon Rektor UIN sebagai saksi hari ini. Keterangan mereka dibutuhkan dalam perkara dengan tersangka RMY," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah melalui pesan singkatnya, Senin (17/6).

Dua diantara saksi sedang menjabat sebagai Rektor UIN dan satu orang merupakan Rektor IAIN. Para calon Rektor yang dipanggil tersebut, yakni Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya, Ali Mudlofir; Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya, Masdar Hilmy; Guru Besar sekaligus Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Sunan Ampel Surabaya, Akh Muzakki. Selain itu terdapat nama Rektor IAIN Pontianak, Syarif; Dosen IAIN Pontianak, Wajidi Sayadi; Wakil Rektor I IAIN Pontianak, Hermansyah; dan Rektor UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Warul Walidin.

Febri mengatakan, dalam pemeriksaan ini, tim penyidik bakal mendalami proses seleksi Rektor UIN yang pernah dijalaninya tujuh pejabat di lingkungan UIN dan IAIN tersebut.

"Dibutuhkan keterangan sebagai saksi untuk menjelaskan proses seleksi rektor UIN yang pernah dijalani," katanya.

Diketahui, setelah terungkapnya kasus suap jual beli jabatan di Kemenag, KPK juga menerima banyak laporan terkait adanya indikasi korupsi sistem pemilihan rektor perguruan tinggi dibawah Kemenag.

Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif pernah mengamini ada banyaknya laporan yang masuk terkait dugaan korupsi pemilihan rektor di bawah Kemenag.‎ Saat ini, KPK sedang menelusuri unsur korupsi tersebut.

"Jadi memang perlu diklarifikasi lagi, tetapi banyak mendapatkan laporan bahwa sistem pemilihan rektor itu mempunyai potensi-potensi korupsi seperti itu," kata Syarif‎, beberapa waktu lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement