Senin 17 Jun 2019 08:40 WIB

Tawaran Kursi Menteri untuk Aktivis 1998

Jokowi meminta aktivis 1998 mengambil peran dalam pembangunan.

Rep: Sapto Andika Candra/Rizkyan Adiyudha/ Red: Teguh Firmansyah
Jokowi Halalbihalal dengan Aktivis 98. Presiden RI Joko Widodo (tengah) mendatangi acara Halalbihalal aktivis 98 di Jakarta Pusat, Ahad (16/6).
Foto: Republika/Fakhri Hermansyah
Jokowi Halalbihalal dengan Aktivis 98. Presiden RI Joko Widodo (tengah) mendatangi acara Halalbihalal aktivis 98 di Jakarta Pusat, Ahad (16/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kedua kubu baik 01 maupun 02 masih mengikuti proses persidangan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menentukan siapa pemenang pilpres pada tahun ini. Kendati demikian kabar soal pembentukan kabinet telah menyeruak ke publik.

Tak hanya dari politikus partai, Presiden Joko Widodo juga memberi sinyal tentang siapa yang akan menduduki kursi kabinet.  Saat acara rembuk nasional aktivis 1998 di Hotel Sahid Jakarta, Ahad (16/6), Jokowi menyiratkan kabinet nanti dari aktivis 1998.

Ia melihat bahwa tak sedikit mantan aktivis reformasi yang kini sudah menduduki jabatan penting baik di pemerintahan, parlemen, hingga perusahaan. Namun, lanjutnya, kalangan aktivis 98 belum ada yang mengisi posisi menteri.

"Bisa saja, kenapa tidak dengan kemampuan yang ada. Misalnya tidak hanya di menteri, bisa saja di duta besar. Bisa saja di BUMN tetapi selagi saya selalu melihat bahwa yang bersangkutan memiliki kapasitas dan syarat yang sering saya sampaikan," jelas Presiden Jokowi di hadapan hadirin, Ahad (16/6).

Baca juga, Jokowi Beri Sinyal Angkat Menteri dari Kalangan Aktivis 98.

Meski menolak untuk menyebut nama atau inisial kandidat kuat dari kalangan aktivis 98, Jokowi menegaskan posisi menteri harus diisi oleh pemimpin yang memiliki karakter kuat dalam mengeksekusi kebijakan.

Jokowi tetap enggan menyebut "nama" meski para hadiri terus meneriakkan nama Adian Napitupulu, politikus PDI Perjuangan yang juga mantan aktivis 98. "Memang dibutuhkan orang yang memiliki manajerial yang kuat dan baik. Sehingga sekali lagi saya melihat potensi ini banyak dan ada di sore ini. Yang hadir bersama kita. Saya tidak ingin menyebut nama dulu. Namun banyak yang menyebut Adian. Bung Adian. Saya tidak mau sebut nama," kata Jokowi.

Presiden juga berpesan agar para mantan aktivis 98 mau mengambil peran dalam pembangunan. Caranya, jelas Jokowi, bisa dengan memberikan evaluasi dan koreksi terhadap langkah dan kebijakan yang dilakukan pemerintah.

Jokowi sendiri merasa tidak keberatan untuk dikritik karena ia mengaku tidak memiliki beban dalam memimpin pemerintahan lima tahun ke depan. "Jadi keputusan-keputusan yang bila, keputusan yang miring-miring, yang itu penting untuk negara ini, akan kita kerjakan. Lagi karena saya sudah tidak memiliki beban apa-apa," katanya.

Acara halal bi halal aktivis 98 se-Indonesia ini dihadiri oleh sejumlah pentolan aktivis yang memperjuangkan reformasi di antaranya adalah politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Adian Napitupulu.

Selain Adian, acara ini juga dihadiri oleh mantan aktivis 98 lintas partai yang sudah duduk sebagai DPR RI, DPRD I, DPRD II dari berbagai partai di seluruh Indonesia. Ada juga Aktivis 98 yang menduduki posisi Kepala Daerah, Komisaris BUMN serta dari unsur professional seperti hakim, jaksa, advokat, dokter, direksi perusahaan, enterpreanur dan lainnya.

Politikus PDI Perjuangan, Adian Napitupulu menilai pemilihan menteri merupakan hak prerogatif Presiden terpilih. Adian mengapresiasi Jokowi yang menyebut bahwa ada peluang bagi aktivis reformasi 1998 untuk duduk di kursi menteri, termasuk juga pejabat di BUMN hingga duta besar.

Namun khusus menjadi menteri, Adian merasa dirinya belum mampu mengimbangi ritme kerja Jokowi. "Enggak kuat, Saya nggak kuat jadi menteri kalau presidennya Jokowi, capeknya ampun bos," kata Adian di sela acara Rembuk Nasional Aktivis 98, Ahad (16/6).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement