Jumat 14 Jun 2019 04:15 WIB

Kendalikan Ancaman Karhutla, Pemerintah Utamakan Pencegahan

Selain pencegahan, pengendalian karhutla juga dengan deteksi titik panas.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Muhammad Hafil
Ilustrasi Kebakaran Hutan
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Kebakaran Hutan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK)  berupaya mengendalikan ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Upaya pencegahan itu di antaranya dengan kegiatan pencegahan dan deteksi dini titik panas (hotspot).

Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian LHK Djati Witjaksono Hadi mengatakan, sebagian wilayah memasuki musim kemarau bulan ini karena pengaruh fenomena El Nino moderat. Kemarau inilah yang diakuinya membuat kekeringan terjadi dan bisa menyebabkan karhutla. Ancman ini membuat Kementerian LHK melakukan antisipasi.

Baca Juga

"Untuk pengendalian kebakaran, Kementerian LHK mengutamakan kegiatan pencegahan dengan melakukan deteksi dini hotspot, patroli terpadu dengan TNi Polri, Manggala Agni, dan aparat daerah," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (13/6).

Selain itu, dia melanjutkan, antisipasi yang dilakukan memperbanyak embung-embung air dan melakukan konservasi tanah dan air baik kegiatan sipil teknis seperti pembuatan gully plug, terasering dan lainnya. Kemudian, dia melanjutkan, Kementerian LHK melakukan rehabilitasi lahan kritis untuk mencegah erosi dan kekeringan, koordinasi dengan instansi terkait dalam pengelolaan Daerah aliran Sungai (DAS).

Sebelumnya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Tengah (Jateng) melakukan dua langkah antisipasi menghadapi kekeringan yang tengah terjadi di wilayahnya. Kekeringan ini membuat lebih dari 2 juta warga Jateng di 35 kabupaten/kota terdampak.

"Sebanyak 2.056.287 jiwa/545.851 KK terdampak kekeringan 2019," kata Kepala Pelaksana Harian BPBD Jateng Sudaryanto, Rabu (12/6).

Ia menyebut penduduk yang menghadapi kekeringan tersebar di 35 kabupaten/kota seperti Cilacap, Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Tegal, Brebes, Wonogiri, Rembang, Pati, Kebumen, Kota Tegal, Kota Magelang, Kota Semarang, hingga Kota Surakarta. Untuk mengantisipasinya, ia menyebut pihaknya melakukan antisipasi diantaranya mengadakan rapat koordinasi (rakor) semester 1 dengan menghadirkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan para kepala pelaksana BPBD  kabupaten/ kota se-Jateng.

"Kedua, menyiapkan tanki air di setiap  kabupaten/kota untuk antisipasi kebutuhan air," ujarnya.

Dia menambahkan, upaya antisipasi ini untuk menghadapi kekeringan yang terjadi di Juni 2019 dan puncaknya September mendatang. Kemarau diprediksi berakhir pada pertengahan Desember 2019. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement