Jumat 14 Jun 2019 06:02 WIB

Sinyal Berbeda dari Tito untuk Perkara Kivlan dan Soenarko

Kapolri mengaku tidak nyaman dengan perkara dua purnawirawan TNI.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian bersama Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberikan keterangan usai melaksanakan apel bersama di Monas, Jakarta, Kamis (13/6).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kapolri Jenderal Tito Karnavian bersama Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberikan keterangan usai melaksanakan apel bersama di Monas, Jakarta, Kamis (13/6).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, Arif Satrio Nugroho

Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian memberi sinyal bakal menyelesaikan perkara Mayjen (Purn) Soenarko dengan cara yang ‘damai’. Namun, tidak demikian dengan kasus yang menjerat Mayjen (Purn) Kivlan Zen.

Baca Juga

Pada Kamis (13/6), Tito membeberkan dua level berbeda dalam dua kasus yang saat ini sedang dialami oleh mantan Danjen Kopassus dan eks Kakostrad tersebut. Tito mengaku sebetulnya Polri tak nyaman berurusan hukum dengan para purnawiran. Terutama purnawirawan dari kalangan Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Ia menilai, segala bentuk persinggungan antara Polri dan TNI, bakal memicu instabilitas nasional yang berdampak buruk. Karena dua institusi tersebut, Polri dan TNI, sama-sama punya kekuatan untuk penggunaan senjata.

“Sehingga penanganan dua kasus purnawirawan pati (perwira tinggi) TNI saat ini, tentu secara pribadi dan institusi, ini jujur menimbulkan ketidaknyamanan. Bagi Polri sendiri, tidak  nyaman,” kata Tito di Jakarta, Kamis (13/6).

Namun disisi lain, kata Tito, penegakan hukum tak bisa tebang pilih. Termasuk, tegas dia, terhadap para purnawirawan yang diduga melakukan perbuatan melawan hukum.

“Tapi, ya hukum harus berkata lain. Ada asas persamaan di muka hukum. Equality before the law. Semua orang (harus) sama di muka hukum,” terang Tito.

Oleh sebab itu, ia menambahkan, kepolisian tak bisa membiarkan proses penegakan hukum terhadap para purnawirawan TNI, pun Polri, tumpul dan mandul. “Kita harus tetap menunjukkan bahwa ada kesamaan di muka hukum,” sambung dia.

Menyangkut dua kasus hukum terhadap dua mantan anggota satuan elite TNI itu sepertinya bakal beda penanganannya. Tito menilai, kasus yang menerpa Soenarko punya argumentasi penyelesaian yang lebih ‘rileks’ daripada kasus Kivlan. Purnawirawan yang pernah memimpin satuan baret merah itu, dituduh merencanakan makar, dan penyeludupan senjata api laras panjang dari Aceh ke Jakarta.

Pada Selasa (21/6) Tito pernah menyebut senjata seludupan itu, bakal digunakan dalam kerusuhan terkait aksi penolakan hasil Pilpres 2019, pada 21-22 Mei di Jakarta. Berbeda kali ini, Tito mengatakan, senjata yang diseludupkan Soenarko adalah, senjata milik pribadi mantan Pangdam Iskandar Muda tersebut yang bakal dikirim ke Jakarta.

Pun kata Tito, senjata tersebut belum terbukti bakal digunakan untuk melakukan praktik atau aktivitas dugaan pidana.  “Ini berbeda (tidak) sepeti dalam kasus bapak Kivlan Zen. Jadi grade-nya beda. Sehingga saya kira masih bisa terbuka ruang komunikasi untuk masalah bapak Soenarko ini,” ujar Tito.

Adapun dalam penanganan kasus Kivlan, Polri sepertinya tak bisa membiarkan purnawirawan 72 tahun itu bebas dari jeratan hukum. Tito menyampaikan, kasus yang menjerat Kivlan, bukan cuma persoalan kepemilikan senjata api ilegal. Melainkan, kata Tito, Kivlan melakukan pemufakatan jahat.

“Itu dalam bahasa hukumya,” kata Tito.

Kivlan diduga menjadi inisiator dalam rencana pembunuhan empat tokoh nasional, dan satu akademisi. “Dan itu ada saksi-saksinya. Nanti akan kita ungkapkan di pengadilan,” kata Tito.

Menurut Tito, pemufakatan jahat dengan merencanakan pembunuhan yang dilakukan oleh Kivlan tersebut, tak bisa dibiarkan lolos dari jeratan hukum. Apalagi kata Tito, kepolisian punya bukti-bukti yang cukup untuk menyeret Kivlan ke ruang penghakiman. Termasuk pengakuan para tersangka lain yang terlibat dalam kasus tersebut.

“Sudah banyak tersangkan lain yang sudah ditangkap. Termasuk calon eksekutor. Senjatanya ada empat. Saya kira, ya meskipun tidak nyaman, kita harus juga jelaskan kepada masyarakat untuk memberikan deterrent effect (pencegahan) melalai proses di pengadilan,” sambung Tito.

Saat ini, Kivlan sedang dalam tahanan titipan Polda Metro Jaya di POM Guntur lantaran statusnya sebagai mantan militer. Kepolisian menuduh Kivlan sebagai inisiator rencana pembunuhan terhadap empat tokoh nasional dan satu akademisi.

Para target pembunuhan itu, yakni Menko Polhukam Jenderal (Purn) Wiranto, Menko Maritim Jenderal (Purn) Luhut Binsar Panjaitan, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Budi Gunawan, dan Staf Presiden, Komisaris Jenderal (Komjen Purn) Gorries Mere. Serta pakar riset politik Charta Politica, Yunarto Wijaya.

Selain Kivlan, tujuh tersangka lain terkait rencana pembunuhan itu juga ikut ditangkap dan ditahan. Pemimpin penyidikan dalam kasus ini, AKBP Ade Ary Syam dari Polda Metro Jaya, pada Selasa (11/6) menyampaikan mereka yang ditangkap dan ditahan termasuk pencari dan penyedia senjata api, eksekutor, dan pendana eksekusi. Mereka yaitu, HK, IR, dan AZ, TJ, AD, dan AF.

Inisial terakhir, disebut sebagai perempuan, istri dari purnawirawan Angkatan Darat (AD) berpangkat mayor jenderal yang diidentifikasi salah satu penyedia senjata api. Perintah Kivlan untuk mencari senjata api dan melakukan pembunuhan, didanai oleh tersangka lain yang diungkapkan bernama Habil Marati, politikus oposan internal dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Selain kepemilikan senjata api ilegal, dan rencana pembunuhan, Kivlan sebetulnya punya kasus pemberat lain. Yakni, perkara makar atau penggulingan pemerintah.

Menko Polhukam Wiranto kemarin juga menegaskan, proses hukum terhadap Kivlan terus berlanjut. Aparat kepolisian dan Pemerintah, kata Wiranto sepakat akan melakukan tindakan tegas, lugas tanpa pandang bulu kepada siapa pun yang melakukan pelanggaran hukum.

"Kita akan melakukan tindakan tegas, lugas, tanpa pandang bulu untuk siapa pun yang kita anggap kita duga melakukan pelanggaran hukum pada tingkat apa pun, jenis apa pun. Maka silakan kepolisian melanjutkan proses penyelidikan, penyidikan sampai tuntas," ujar Wiranto.

Wiranto juga menilai proses penyidikan untuk mengungkap dalang kerusuhan 21-22 Mei masih panjang. Menurutnya, terlalu prematur jika ia diminta untuk segera mengumumkan dalang kerusuhan 21-22 Meil.

"Saya waktu itu berjanji untuk satu demi satu menyebut siapa berbuat apa aktor-aktornya. Jadi jangan sampai disalahtafsirkan bahwa langsung dalang kerusuhan dalam 1-2 hari bisa diungkapkan, tidak bisa," ujarnya.

Wiranto mengaku belum menerima surat permohonan penangguhan kasus Kivlan. Karena itu, Wiranto belum mengetahui surat yang berisi permohonan untuk perlindungan hukum untuk Mantan Kepala Staf Kostrad ABRI itu.

"Saya belum baca ya. Belum tahu, (suratnya) belum sampai ke saya," kata Wiranto.

[video] Polri Benarkan Purnawirawan Polisi Terlibat Makar

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement