Rabu 12 Jun 2019 21:10 WIB

Pengacara KPU Nilai Gugatan BPN Prabowo Banyak Kelemahan

Pengacara KPU menuturkan ada perbedaan terkait gugatan Prabowo pada 2014 lalu.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Muhammad Hafil
Ketua Tim Kuasa Hukum Sengketa Hasil Pilpres KPU,  Ali Nurdin, memberikan keterangan di Hotel Le Meridien,  Jakarta Pusat,  Sabtu (25/5). Ali dan tim hukumnya akan menghadapi tim hukum BPN Prabowo-Sandiaga Uno yang dipimpin Bambang Widjojanto dalam sengketa hasil pilpres di MK.
Foto: Republika/Dian Erika Nugraheny
Ketua Tim Kuasa Hukum Sengketa Hasil Pilpres KPU, Ali Nurdin, memberikan keterangan di Hotel Le Meridien, Jakarta Pusat, Sabtu (25/5). Ali dan tim hukumnya akan menghadapi tim hukum BPN Prabowo-Sandiaga Uno yang dipimpin Bambang Widjojanto dalam sengketa hasil pilpres di MK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Tim Kuasa Hukum KPU dalam sengketa perselisihan hasil pemilu (PHPU) pilpres, Ali Nurdin, mengungkapkan sejumlah hal yang dinilainya menjadi kelemahan dalam gugatan yang dilayangkan tim hukum BPN Prabowo-Sandiaga Uno ke Mahkamah Konstitusi (MK). Salah satunya, terkait dugaan kecurangan pemilu yang terstruktur, masif dan sistematis (TSM).

Ali menuturkan, ada perbedaan antara permohonan kubu Prabowo pada saat ini jika dibandingkan dengan Pemilu 2014 lalu. "Cukup banyak perbedaannya. Kalau dulu locus yang dipersoalkan sangat banyak, sekitar hampir 300 daerah pemilihan (dapil) atau kabupaten/kota. Untuk permohonan sekarang hampir tidak ada. Tidak khusus disebut secara tegas oleh pemohon," ujar Ali kepada wartawan di Gedung MK,  Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat,  Rabu (12/6).

Baca Juga

Pemohon, kata dia, hanya menyebut sumir di 34 provinsi. Karena itu, pihaknya pun mempersiapkan dokumen dan alat bukti dari 34 provinsi. "Kalau nanti muncul dari TPS mana yang dipersoalkan, kami sudah siap," tuturnya. 

Selanjutnya, Ali pun menilai sejumlah dalil yang digunakan kubu Prabowo adalah dalil yang pernah dipersoalkan pada Pemilu 2014. Misalnya saja, dugaan kecurangan pemilu secara TSM.

Pada 2014 lalu, KPU dan tim kuasa hukumnya bisa membuktikan jika tidak ada kecurangan TSM. "Apalagi sekarang dalil pelanggaran TSM kan sama sekali tidak melibatkan KPU. KPU tidak dituduh curang bersama pihak terkait dalam permohonannya (permohonan BPN). Tidak ada tuduhan bahwa perhitungan suara KPU salah, dalam permohonannya tidak bilang salah,'' papar Ali. 

Karena tidak menyebut KPU salah,  kata Ali,  artinya BPN selaku pemohon mengakui jika hasil penghitungan KPU terkait hasil pemilu adalah benar. "Lantas kalau menuduh sistem penghitungan (situng) KPU curang, apa urusannya sama perolehan suara? Toh ada 810 ribu TPS," tegasnya. 

Lebih lanjut, tentang permintaan BPN untuk mendiskualifikasi paslon capres-cawapres Jokowi-Ma'ruf Amin,  Ali menyebut hal itu kemungkinan  bisa terjadi dengan dua syarat. Keduanya yakni soal syarat calon dan soal pelanggaran yang TSM yang mengancam demokrasi. 

Ali mengungkapkan MK hanya satu kali pernah memutuskan dengan dasar TSM yang mengancam demokrasi. Hal ini terjadi pada Pilkada Kabupaten Kota Waringin Barat. 

Di daerah itu pernah ada ancaman dan intimidasi kepada pemangku kepentingan sehingga mempengaruhi masyarakat menjadi tidak bisa memilih sesuai hati nuraninya. "Kalau pilpres ini kan daerah mana yang diancam menggunakan hak pilih atau merasa tidak bebas? Kan tidak ada," tandasnya.

Meski demikian,  Ali dan timnya tetap menyiapkan bahan yang merujuk kepada fakta tahapan pemilu.  Salah satunya soal penyusunan daftar pemilih. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement