Kamis 13 Jun 2019 00:11 WIB

KPK Telah Temukan Aset-Aset Terkait Sjamsul Nursalim

Sjamsul Nursalim dan istrinya, ditetapkan sebagai tersangka kasus BLBI oleh KPK.

[ilustrasi] Massa dari Laskar Antikorupsi Pejuang 45 berunjuk rasa di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (17/2). Mereka menuntut penyelesaian segera kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) serta menangkap dan mengadili Samsul Nursalim dan Artalita Suryani.
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
[ilustrasi] Massa dari Laskar Antikorupsi Pejuang 45 berunjuk rasa di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (17/2). Mereka menuntut penyelesaian segera kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) serta menangkap dan mengadili Samsul Nursalim dan Artalita Suryani.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan telah menemukan aset-aset yang diduga milik pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim. KPK pada Senin (10/6) telah mengumumkan keduanya sebagai tersangka dalam pengembangan perkara korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

"Kami sudah menemukan aset-aset yang diduga milik atau terafiliasi dengan tersangka," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu (12/6).

Baca Juga

Namun, ia belum bisa menjelaskan secara spesifik di mana saja aset-aset tersebut berada. "Secara lebih rinci tentu kami belum bisa menyampaikan karena proses penyidikan tersebut masih berjalan," ujar Febri.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang juga menyatakan lembaganya tengah fokus untuk menelusuri aset milik Sjamsul Nursalim tersebut. "Ya mau tidak mau," kata Saut di gedung KPK, Jakarta, Rabu.

Sjamsul dan Itjih disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sebelumnya, KPK telah memproses satu orang, yaitu Syafruddin Arsyad Temenggung hingga putusan di tingkat banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menyatakan terdakwa bersalah melakukan korupsi dan monjaluhkan pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp1 miliar.

Pada putusan tingkat banding itu, Majelis Hakim meningkatkan lama hukuman terhadap terdakwa dengan penimbangan yang pada pokoknya. Pertama, tindakan terdakwa selaku Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) saat itu telah melukai secara psikologis masyarakat dan bangsa Indonesia yang baru saja mengalami trauma akibat krisis moneter yang menimpa bangsa Indonesia pada 1998.

Kedua, kerugian keuangan negara yang diakibatkan sangat besar di tengah situasi ekonomi yang sulit. Dalam penimbangan putusannya, sejak tingkat pertama hakim menyatakan kerugian keuangan negara Rp 4,58 triliun sesuai dengan laporan hasil pemeriksaan investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam rangka perhitungan kerugian negara.

Yang merupakan selisih antara kawajiban yang belum diselesaikan Rp 4,8 triliun dengan hasil penjualan piutang oleh PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) tahun 2007 Rp 220 miliar. Sedangkan terkait dengan pihak yang diperkaya, pada pertimbangan putusan Pengadilan Tipikor No. 39/Pid.5us/Tpk/2018/PN.Jkt.Pst disebutkan secara tegas bahwa tindakan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung telah memperkaya Sjamsul Nursalim sebesar Rp 4,58 triliun.

TAKE

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement