REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Muhammad Iqbal menyatakan bahwa massa perusuh dalam aksi 21-22 Mei menggunakan benda-benda mematikan untuk menyerang polisi yang bertugas mengamankan Gedung Bawaslu, Jalan MH Thamrin, Jakarta. Iqbal menyebut bom molotov sebagai salah satu benda yang mematikan itu.
"Bukan hanya menggunakan benda-benda kecil kecil, tetapi benda-benda mematikan," kata Iqbal dalam keterangan pers di Kantor Menkopolhukam, Jakarta, Selasa (11/6).
Ia menyebutkan, bom molotov yang dilemparkan ke arah petugas, bila mengenai kepala, dan cairannya tumpah, itu pasti menyebabkan terbakar di sekujur tubuh. Menurut Iqbal, petasan roket yang diterbangkan itu juga berbahaya dan mematikan, batu sebesar coneblock sudah dipersiapkan para perusuh.
"Ada juga panah beracun, kelewang, pedang, dan lain-lain," kata Iqbal didampingi Kapuspen TNI Mayjen Sisriadi dan sejumlah perwira Polri.
Iqbal mengaskan, massa perusuhan adalah massa segmen dua yang sangat berbeda dengan massa segmen satu yang berunjuk rasa secara damai dan tertib. "Kami bahkan memberikan toleransi kepada massa segmen satu ini untuk berbuka puasa bersama, dan setelah pukul 21.30, baru mereka membubarkan diri," katanya.
Setelah pukul 21.30 WIB, massa segmen dua berdatangan sekitar 500 orang dan berkumpul di depan dan di samping Bawaslu dengan menyerang petugas. Polisi pun mendesak mereka untuk mundur, membubarkan diri, hingga ke Tanah Abang tetapi mereka melakukan perlawanan, sedangkan di lokasi lain berdatangan juga massa perusuh lain
Iqbal menyebutkan dalam kericuhan tesebut delapan personel Polri terluka dan mendapat rawat inap dan 225 personel Polri rawat jalan. "Ada perencanaan matang dari master mind untuk merusak," katanya.