REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bayu Adji P
Objek wisata Gunung Galunggung yang terletak di Desa Linggajati, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya, selalu menjadi salah satu pilihan masyarakat untuk mengisi waktu libur Lebaran. Lokasinya yang dekat dengan wilayah perkotaan dan harga tiket masuknya yang relatif murah, menjadi alasan banyak wisatawan lokal yang datang ke tempat itu.
Berdasarkan data yang diterima Republika, jumlah kunjungan wisatawan ke kawah Gunung Galunggung sudah mencapai 3.500 orang pada H+1 Lebaran, Kamis (6/6). Namun, tak semua pengunjung yang datang dapat dengan mudah melihat pemandangan kawah. Untuk mencapai puncak Gunung Galunggung, ada ratusan anak tangga yang mesti dilalui para pengunjung.
Ada dua tangga untuk mencapai puncak gunung yang memiliki ketinggian 2.168 meter di atas permukaan laut itu. Tangga pertama berwarna kuning yang memiliki 620 anak tangga atau berjarak 315 meter. Sementara tangga kedus berwarna biru, dengan 510 anak tangga dan jarak 250 meter. Ada pilihan lain yang disediakan, yaitu menaiki ojek melewati jalan curam, dengan membayar ongkor Rp 30 ribu sekali jalan.
Dari tiga pilihan yang tersedia, Republika mencoba menaiki Gunung Galunggung dengan tangga berwarna biru. Salah satu alasannya tak lain merasakan sensasi menapaki ratusan tangga sebelum melihat keindahannya. Namun, meskipun berjarak lebih dekat dan memiliki anak tangga lebih sedikit, jalur melewati tangga biru memiliki kemiringan yang lebih curam.
Berdasarkan informasi yang Republika dapatkan dari para petugas di lapangan, waktu untuk sampai ke puncak Gunung Galunggung dengan menaiki tangga hanya sekitar 10 menit. Namun, ketika dirasakan sendiri, waktu tempuhnya bisa meningkat tiga kali lipat.
Hampir setiap 100 anak tangga dinaiki, rasa pegal dan lelah mengajak duduk sebentar untuk beristirahat. Sebagian besar pengunjung lainnya pun tak terlihat berbeda. Baik yang naik atau pun turun, terlihat beberapa di antara mereka duduk-duduk sambil bercengkerama di sisi anak tangga yang memiliki lebar sekitar 3 meter itu.
Sesampainya di atas, rasa lelah yang hinggap terobati dengan pemandangan alam yang ada. Kabut pun ikut hadir membuat suasana melihat kawah gunung yang berwarna kehujauan itu.
Di dekat pagar kawah, terdapat sebuah prasasti yang mengenang erupsi terakhir Gunung Galunggung. Di prasasti itu tertuliskan, "Tahun 1982-1983, di saat gelap, abu dan petir mengiringi dentuman letusanmu, seluruh dunia terpukau olehmu. Kini saatnya kemolekanmu kau tampilkan, seluruh dunia terpesona."
Di areal puncak Gunung Galunggung, pengunjung yang baru sampai nampak kelelahan. Sebagian lainnya beristirahat di warung-warung yang terbuat dari kayu di tempat itu. Sementara yang lainnya menikmati pemandangan kawah dan ngarai Gunung Galunggung.
Robi (20 tahun), adalah satu di antara pengunjung duduk kelelahan di areal puncak Gunung Galunggung. Napasnya masih terengap, tapi matanya berkeliling melihat keindahan alam yang disajikan di sekitarnya.
Ia sengaja datang ke Gunung Galunggung untuk mengisi libur Lebaran yang masih tersisa beberapa hari lagi. "Lihat-lihat alam pemandangan ciptaan Tuhan. Jadi kita bisa mensyukuri nikmar Tuhan," kata dia yang datang bersama dua kakaknya.
Menurut dia, bohong jika ada orang yang tak capai menaiki Gunung Galunggung dengan menaiki anak tangga. Namun, kelelahan itu akan terbayar dengan pemandangan alam yang ada.
"Capek itu pasti, tapi sampai puncak ya nikmat," kata lelaki asal Kota Tasikmalaya itu.
Salah seorang pengunjung lainnya, Jajang (28), memilih berlibur ke Gunung Galunggung karena alasan lebih menantangnya. Pasalnya, sebelumnya ia tak pernah mendaki gunung. Lelaki asli Tasikmalaya yang kerja di Bali itu juga bosan jika harus ke pantai pada momen libur Lebaran.
"Kalau Pangandaran sama saja kayak di Bali, tempat kerja saya banyak pantai juga," kata dia.
Perjuangan Robi dan Jajang memang cukup berat untuk sampai di puncak Gunung Galunggung. Namun jika dibandingkan dengan Cepi Sopian (36), ikhtiar mereka hari itu belum ada apa-apanya.
Pasalnya, Cepi harus naik ke pincak Galunggung dengan menggendong salah satu anaknya yang masih balita, bergantian tugas dengan istrinya. Sementara anaknya yang sudah lebih besar berusia sekitar 7 tahun terlihat lebih semangat dibanding kedua orang tuanya.
Meski membawa beban yang berat, ia mengaku senang ketika sampai di puncak dan melihat kawah Galunggun. Karena sejak dari rumahnya di Lampung, keluarga kecil itu memang sudah memutuskan untuk berlibur ke satu-satunya gunung yang terletak di kampumg halamannya.
"Senang sajalah. Saya soalnya lahir di Tasik dan besar di Lampung. Jadi ini pertama naik," kata dia.
Namun, ia sedikit agak kecewa lantaran ketika sampai puncak tak bisa langsung dekat dengan kawah. Untuk mendekati kawah, pengunjung harus kembali menuruni tangga yang berbeda. Itu pun dibatasi dengan jarak tertentu.
Karena itu, karena terlalu lelah dan membawa anak serta dua istrinya, Cepi tak melanjutkan perjalanan mendekati kawah. Lagi pula, hari sudah terlalu sore. Jam sudah menujukkan pukul 17.00 WIB dan kondisi langit mulai memuram, ditambah kabut yang membuat hawa semakin dingin.
Tak seperti perjalanan menanjak yang memerlukan waktu setengah jam, menuruni Gunung Galunggung hanya perlu waktu 10 menit. Namun, jika kaki sudah tak kuat menahan pijakan, lebih baik mengistirahatkan badan demi keselamatan sampai tujuan.
Senior Cluster Manager Gunung Galunggung, Yaya Sutia mengatakan, hingga Kamis (6/6) sore kunjungan wisata ke kawah Gunung Galunggung mencapai sekitar 3.500 orang. Angka itu meningkat puluhan kali lipat dibandingkan jumlah kunjungan pada hari biasa.
"Kalau hari biasa paling 300 sampai 500 orang. Itu pun akhir pekan. Kalau hari biasa mah 50 orang," kata dia, Kamis (6/6).
Namun, jumlah kunjungan itu masih dianggap sedikit dibandingkan tahun sebelumnya. Ia mengatakan, jumlah kunjungan wisata pada H+1 Lebaran pada 2018 mencapai 4.700 orang. Bahkan, pada H+2 Lebaran 2018 angka kunjungan wisatawan meningkat hingga 7.600 orang. Ia memrediksi puncak kunjungan baru akan terjadi pada Sabtu dan Ahad, sebelum orang-orang kembali bekerja.
Ia menambahkan, wisatawan juga bisa menggelar tenda di kawasan Gunung Galunggung. Namun, tenda disarankan di bagian bawah dekat pos penjagaan agar bisa diawasi. Wisatawan juga dibatasi waktu untuk mengunjungi kawah Gunung Galunggung, mulai pukul 07.00-19.00 WIB, agar keamanan terjaga.
Yaya juga mengimbau wisatawan untuk menjaga perilakunya selama di kawasan Gunung Galunggung. Ia mencontohkan, pengunjung harus menghormati adat istiadat lokal, selalu menjaga perbuatan, tidak berkata kasar, dan tidak berbuat asusila.
"Kalau kita di kawasan hutan, kita harus jaga sikap lah," kata dia.
Ia juga mengingatkan, pengunjung yang datang ke Gunung Galunggung menggunakan motor matic untuk mengecek kendaraannya, khususnya rem, sebelum datang. Selain itu, kondisi mesin juga harus dipastikan sehat
Menurut dia, tak jarang pengunjung mengalami kecelakaan lantaran remnya blong. Berdasarkan pantauan Republika, beberapa motor juga tak kuat menanjak untuk mencapai parkiran terakhir sebelum menaiki anak tangga.
Selain itu, ada larangan tak tertulis bagi perempuan yang sedang datang bulan dan pengunjung berbaju merah tak diperbolehkan menaiki Gunung Galunggung. Pasalnya, ada mitos bahwa dua jenis pengunjung itu akan kesurupan jika memaksakan untuk mendaki.