Senin 03 Jun 2019 11:21 WIB

Mudik: Antara Meraup Keberkahan dan Mendulang Dosa

Tradisi mudik bisa mendatangkan keberkahan dan menghadirkan dosa.

Memasuki H-3 Lebaran 1440 H, tercatat 556.727 orang pemudik atau sudah 69,4 persen dari total 803 ribu orang pada periode mudik tahun lalu, yang telah menyeberang dari Jawa menuju Sumatera sejak H-7, Kamis (29/5).
Foto:
Pemudik sepeda motor melintasi jalan arteri Kalimalang, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (29/5/2019) malam. Petugas posko Polres Metro Bekasi Kota mencatat pada arus mudik H-7 lebaran sejak pukul 08.00-22.00 WIB, pemudik sepeda motor yang melintasi jalur Pantura melalui jalan arteri Kalimalang, Bekasi sebanyak 13.672 kendaraan.

Namun demikian, ada sisi negatif mudik, di mana mudik sering kali menjadi ajang unjuk kesuksesan. para pemudik biasanya sangat bangga jika mudik Lebaran dapat memperlihatkan kesuksesannya kepada masyarakat, misalnya sudah dapat membeli kendaraan, seperti motor atau mobil atau barang-barang berharga lainnya. 

Kebanggaan didapatkan manakala masyarakat sudah mengakuinya bahwa yang bersangkutan sukses di perantauan. Karena itu, imbauan-imbauan pemerintah agar para pemudik menggunakan angkutan umum tidak menggunakan sepeda motor tidak dihiraukan. Para pemudik menggunakan sepeda motor, di samping dianggap praktis dan nantinya diperlukan untuk silaturahim di kampung, juga sebagai ajang untuk memperlihatkan bahwa dirinya sudah mampu membeli kendaraan bermotor.  

Sisi negatif lainnya, mudik sering kali mendorong sikap konsumerisme. Banyak pemudik yang membelanjakan uangnya dengan sangat mudah, bahkan kadang-kadang untuk keperluan yang tidak mendesak. Ada yang menjadikan momen mudik seolah-olah untuk euforia membelanjakan uangnya setelah sekian lama merantau. Apalagi ada anggapan dari masyarakat yang tidak merantau seolah-olah para perantau itu bos, sehingga para perantau pun terhipnotis untuk berperilaku seperti bos tanpa mempertimbangkan ketebalan kantongnya. Di sisi lain juga para pedagang menawarkan dagangannya dengan sangat menarik, dari pakaian sampai makanan, bahkan kendaraan, sehingga para pemudik terpancing untuk berbelanja. Akibatnya kadang-kadang uang yang dicari setahun lamanya hanya habis untuk mudik.

Sisi negatif ini perlu dikurangi atau bahkan kalau bisa dihilangkan sama sekali agar mudik dapat memberikan makna yang berarti dalam kehidupan dunia dan akhirat. Sebab, sisi negatif yang pertama mengarah kepada sifat sombong dan pamer harta kepada orang lain. Sifat ini bisa menjadikan seseorang lalai kepada Allah SWT.   

Allah SWT melarang hamba-hambanya bersikap sombong karena harta sampai melalaikan Allah SWT, sebagaimana dalam firman-Nya: “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu). ” (QS at-Takatsur [102]: 1-3). 

photo
Kendaraan pemudik melintas di ruas jalan Padang - Bukittinggi, di Silaiang, Padangpanjang, Sumatera Barat, Sabtu (1/6/2019). Ribuan kendaraan pemudik dari berbagai daerah mulai berdatangan di provinsi itu, sementara arus mudik Lebaran terpantau lancar.

Karena itu, andaipun para pemudik tidak dapat dihindari harus membawa hasil jerih payahnya diperantauan, baik berupa kendaraan ataupun harta kekayaan lainnya harus diniati dalam hatinya sebagai mensyukuri nikmat (tahadduts bin ni’mah) sebagaimana perintah Allah SWT, “Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan”. (QS adh-Dhuha [93]: 11).  

Demikian juga para pemudik seharusnya dapat mengendalikan diri agar tidak terjebak pada budaya konsumerisme. Para pemudik harus ingat, masih ada hari esok yang memerlukan biaya-biaya sehingga harta yang diperoleh seharusnya tidak dihabiskan pada saat mudik. Allah SWT telah mengingatkan kita; “Makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS al-A’raaf [7]: 31) 

Mudik akan memiliki makna religius dan akan memperkuat spiritualitas jika kita melakukan mudik tidak sekadar rutinitas tahunan, tetapi disertai niat untuk beribadah kepada Allah SWT yaitu untuk bersilaturahim, bermaaf-maafan sesama anak Adam, menghindari konsumerisme dan bermegah-megahan dengan harta. Semoga Allah menuntun kita ke jalan yang diridhai-Nya.

*  Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Pusat 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement