REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai pemilik data peserta program jaminan kesehatan terbesar di dunia, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berupaya memproteksi aset datanya dengan menggandeng Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengungkap lebih dari 200 juta data peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang tersimpan dalam masterfile.
Tak hanya itu, bahkan data perorangan yang spesifik seperti riwayat kesehatannya, rekam medik, pernah berobat ke mana saja juga dimiliki BPJS Kesehatan karena berkaitan dengan verifikasi pembayaran klaim. "Karena data yang kami miliki sangat kompleks dan bervariasi, tentu upaya pengamanannya juga harus maksimal sehingga kami membangun sinergi dengan Badan Siber dan Sandi Negara,” katanya seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Selasa (28/5).
Kerja sama tersebut, dia menambahkan, melalui penandatanganan Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerja Sama tentang perlindungan informasi dan transaksi elektronik. Adapun ruang lingkup nota kesepahaman tersebut mencakup pemanfaatan sertifikat elektronik untuk meningkatkan keamanan transaksi elektronik, pengamanan teknologi dan sumber daya, pertukaran informasi, dan pemanfaatan lainnya yang disepakati kedua belah pihak.
Menurut Fachmi, BPJS Kesehatan harus bijak dalam mengelola permintaan informasi yang keluar. Untuk itu, selain mengembangkan sistem pengamanan data, BPJS Kesehatan juga menyediakan layanan data sampel sebagai penggunaan big data dalam pengembangan pengambilan kebijakan yang kredibel berbasis bukti (evidence based policy).
“Kami melihat data yang kami miliki adalah aset yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan penelitian dan evidence based policy dalam penyelenggaraan Program JKN-KIS. Hal ini juga sebagai salah satu wujud transparansi BPJS Kesehatan dalam memberikan informasi pada publik,” ujarnya.