REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dana kapitasi untuk pembiayaan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama program Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggarakan BPJS Kesehatan berupa sisa lebih pembiayaan anggaran (silpa) dari tahun anggaran 2018 mengendap di pemerintah daerah mencapai Rp 2,5 triliun. Jumlah tersebut merupakan 19,02 persen dari seluruh total dana kapitasi.
Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Ardan Adiperdana dalam paparannya pada rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR RI di gedung parlemen Jakarta, Senin (27/5), sebesar Rp10,69 triliun atau 80,98 persen dana kapitasi telah terpakai untuk layanan dan operasional di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti Puskesmas dan klinik. Namun Ardan mencatat ada berbagai permasalahan dalam penggunaan dana kapitasi.
Permasalahan itu seperti pembayaran kapitasi yang tidak sesuai kepada FKTP sebesar Rp 3,6 miliar, Kapitasi Berbasis Komitmen (KBK) yang dinilai berdasarkan kinerja FKTP sebesar Rp 46,9 miliar, dan rujukan yanh tidak sesuai kebutuhan Rp 29,4 miliar. Selain itu, BPKP juga mencatat ada inefisiensi pembayaran klaim layanan rumah sakit dikarenakan kontrak menggunakan tarif untuk kelas rumah sakit yang lebih tinggi Rp 819 miliar.
Dari hasil audit, Ardan menyebut perlunya peninjauan ulang kebijakan pemberian dana kapitasi kepada FKTP. Selain itu juga perlu adanya penetapan kelas rumah sakit secara optimal sebagai bahan penyesuaian perjanjian kerja sama antara BPJS Kesehatan dengan rumah sakit.
Hingga saat ini, BPJS Kesehatan telah bekerja sama dengan 9.961 Puskesmas, 5.266 dokter praktik perorangan, 6.618 klinik pratama, 1.193 dokter gigi, dan 29 RS kelas D pratama. Komisi IX DPR RI mengadakan Rapat Dengar Pendapat terkait hasil audit keuangan BPJS Kesehatan tahun anggaran 2018 yang dilakukan oleh BPKP yang dihadiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, Menteri Kesehatan Nila Moeloek, Kepala BPKP Ardan Adiperdana, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris, Ketua DJSN Tubagus Ahmad Choesni.