Ahad 26 May 2019 17:20 WIB

Koalisi Masyarakat Sipil Sebut Temuan Tindakan Brutal Aparat

YLBHI, Kontras dkk menilai aparat menggunakan kekerasan berlebihan pada aksi 22 Mei.

Rep: Ronggo Astungkoro, Umi Nur Fadhilah/ Red: Andri Saubani
Aksi 22 Mei. Sejumlah massa melakukan pembajakan sebuah mobil pemadam kebakaran di jalan Kemanggisan Utama, Slipi Jaya, Jakarta, Kamis  (23/5).
Foto: Fakhri Hermansyah
Aksi 22 Mei. Sejumlah massa melakukan pembajakan sebuah mobil pemadam kebakaran di jalan Kemanggisan Utama, Slipi Jaya, Jakarta, Kamis (23/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan koalisi masyarakat sipil menemukan beberapa tindakan penyiksaan, perlakuan keji, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat saat kerusuhan aksi massa pada 21-22 Mei. Koalisi pun menemukan adanya tindakan brutal aparat kepolisian. 

"Saksi-saksi mengatakan terjadi penggunaan kekerasan secara berlebihan saat penangkapan. Misal menyeret secara tidak perlu orang yang ditangkap hingga anggota kepolisian memiliki kesempatan untuk memukul," ujar perwakilan dari LBH Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora, pada konferensi pers di Jakarta Pusat, Ahad (26/5).

Baca Juga

Selain itu, Nelson menjelaskan, berdasarkan hasil pantauan di lapangan ketika itu didapatkan adanya tindakan brutal aparat kepolisian. Tindakan itu terjadi saat orang-orang yang ditangkap masuk ke kantor polisi.

"Orang-orang yang diturunkan dari mobil, saat akan dimasukkan ke kantor polisi, dipukuli oleh polisi yang berbanjar," terangnya.

Ia menambahkan, berdasarkan live streaming televisi pada 22 Mei dini hari menunjukkan adanya massa demonstran yang ditangkap dan dipukul saat hendak dimasukkan ke mobil. Ketika itu, secara mendadak televisi memindahkan ke jaringan lain.

Gabungan koalisi masyarakat sipil sudah memiliki 15 temuan awal dari peristiwa kericuhan 21-22 Mei lalu. Dari temuan-temuan itu disimpulkan, ada indikasi terjadinya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) selama peristiwa itu berlangsung.

Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari YLBHI, Kontras, LBH Jakarta, AJI, Lokataru Foundation, Amnesty, dan LBH Pers melakukan pemantauan saat kericuhan terjadi. Temuan-temuan itu dijadikan sebagai laporan awal untuk dilaporkan ke lembaga pengawas pemerintah yang ada.

Temuan terhadap peristiwa itu terkait dengan pecahnya insiden, korban, penyebab, pencarian dalang, tim investigasi internal kepolisian, indikasi kesalahan penanganan demonstrasi, penutupan akses tentang korban oleh rumah sakit, penanganan korban yang tidak segera.

Temuan berikutnya terkait dengan penyiksaan, perlakuan keji, tidak manusiawi dan merendahkan nartabat, hambatan informasi untuk keluarga yang ditahan, salah tangkap, kekerasan terhadap tim medis, penghalang-halangan meliput kepada jurnalis yang terdiri dari kekerasan, persekusi, perampasan alat kerja, perusakan barang pribadi. Temuan selanjutnya, yakni terkait dengan penghalangan akses kepada orang yang ditangkap untuk umum dan advokat, dan pembatasan komunikasi media sosial.

"Berdasarkan temuan-temuan di atas terdapat beberapa kesimpulan yang bisa ditarik, yaitu terindikasi adanya pelanggaran HAM dengan korban dari berbagai kalangan yaitu tim medis, jurnalis, penduduk setempat, peserta aksi dan dari berbagai usia," ujar perwakilan dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur.

Sebelumnya, Mabes Polri berjanji menyelidiki secara profesional pada anggota yang diduga melakukan pelanggaran hukum atau tidak bertugas sesuai standar operasional prosedur (SOP) dalam menangani kerusuhan aksi 22 Mei. Penyelidikan termasuk untuk menanggapi video viral yang menunjukkan oknum anggota Brimob memukuli seorang pemuda di Kampung Bali, Tanah Abang.

“Tentunya Polri akan profesional melakukan pendekatan hukum pada siapa pun anggota yang melakukan pelanggaran hukum, tak sesuai SOP dalam bekerja,” kata Karopenmas Divhumas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Kemenko Polhukam, Jakarta, Sabtu (25/5).

Mabes Polri juga membentuk tim pencari fakta untuk menginvestigasi korban kerusuhan aksi 22 Mei 2019. Tim tersebut dipimpin langsung Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum).

“Tekait masalah korban. Wakapolri sudah susun tim pencari fakta, langsung dibawah pimpinan bapak Irwasum,” kata Dedi.

Dia mengatakan tim pencari fakta akan mulai bekerja pada Senin (27/5) mendatang. Tim itu memulai rapat, dan melakukan berbagai tindak lanjut dari rekomendasi hasil rapat. Dia memastikan tim tersebut melakukan investigasi secara komprehensif.

Kemudian, hasil investigasi tim itu akan disampaikan pada pimpinan dan masyarakat luas. “(Masyarakat) tunggu dulu. Mereka akan segera bekerja terkait kasus kerusuhan tangal 21-22 Mei,” ujar Dedi.

Saat ini, kepolisian juga sedang memeriksa sejumlah warga yang ditangkap terkait kerusuhan 21 dan 22 Mei lalu. Kepolisian akan memilah siapa saja pelaku yang terlibat langsung dalam aksi tersebut, siapa saja yang tak terlibat langsung, koordinator lapangan, dan aktor intelektual. Kepolisian akan menjerat dengan Pasal 170 KUHP dan 214 KUHP.

“Dari 21 sampai 22 Mei pagi ada 285 tersangka yang diamankan. 22 sampai 23 Mei ada 185 pelaku yang diduga, (kemudian) diamankan. Nanti dianalisis semua,” kata Dedi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement