REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri membentuk tim untuk mengusut kerusuhan hasil pemilu yang berlangsung sejak Selasa (22/5) hingga Rabu (23/5). Tim ini dibentuk karena jatuhnya korban jiwa dan luka dari pihak massa, maupun dari kepolisian.
"Kapolri sudah bentuk tim investigasi yang dipimpin oleh Irwasum (Inspektur Pengawasan Umum) Polri untuk mengetahui apa penyebabnya," kata Iqbal di Kemenkopolhukam, Kamis (23/5).
Menurut Iqbal, tim itu dibentuk untuk meninjau semua aspek sehingga timbul korban dari massa perusuh. Polri meninjau, penyebab meninggalnya massa harus diketahui publik. Iqbal pun menegaskan, yang meninggal dunia adalah massa perusuh.
"Bahwa yang meninggal dunia adalah massa perusuh, bukan massa yang sedang berjualan, massa yang sedang beribadah, tidak. Jadi Bapak Kapolri sudah membentuk tim investigasi terhadap diduga meninggalnya tujuh orang massa perusuh," kata jenderal bintang dua itu.
Iqbal menyatakan, dari pendataan Polri, sebanyak tujuh orang massa tewas dalam rusuh yang terjadi antara 21 sampai 22 Mei 2019. Dari aparat menurut Iqbal tidak ada korban jiwa, namun mengalami luka-luka.
Mengenai penyebab tewasnya salah satu korban yang diduga karena peluru tajam, Polri pun menegaskan, personelnya tidak dibekali peluru tajam. Iqbal pun menjelaskan ihwal temuan sekotak peluru tajam di mobil dinas Brimob, di Slipi. Namun, kata Iqbal, peluru itu bukan untuk dibagikan Personel Pengamanan.
"Tidak dibagikan ke seluruh personel pengamanan. SOP nya adalah kita menangani tahapan-tahapan unjuk rasa, yang di kedepankan pertama adalah persuasif, humanis, simbol-simbol kepolisian terus kita lihat eskalasi," kata Iqbal.
Jenderal Bintang Dua itu menambahkan, peluru tajam hanya dimiliki tim anti anarkistis. Iqbal mengklaim, tim anti anarkistis pada dua malam konflik tidak dikeluarkan sama sekali. "Itu ada di komando, dan itu hanya akan keluar atas perintah Kapolri kepada Kapolda, Dankor Brimob," ujar dia menegaskan.