REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal Polisi Tito Karnavian, mengatakan, pembuat kerusuhan pukul 23.00 WIB di sekitar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Thamrin, Jakarta Pusat, berbeda dengan massa aksi yang bubar pada 21.00 WIB. Menurutnya, mereka memang sengaja membuat kerusuhan.
"Peristiwa di jam 23.00 WIB sampai dengan pagi itu bukan lagi peserta aksi yang tadi tapi pelaku yang sengaja, kelompok yang sengaja langsung menyerang dan tujuan untuk membuat kerusuhan," ungkap Tito dalam konferensi pers di Kemenko Polhukam, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (22/5).
Ia mengatakan, peristiwa aksi unjuk rasa dalam bentuk kegiatan ibadah di depan Bawaslu sebelumnya berlangsung aman. Petugas keamanan pun bertindak sesuai dengan prosedur operasional standar (SOP) dan kooperatif serta akomodatif.
"Ini beda (massa kericuhan). Untuk itu dilakukan tindakan sesuai SOP, yaitu di antaranya mengekuarkan gas air mata, kemudian bertahan dengan tameng dan pentungan," terangnya.
Tito menjelaskan, dari para terduga provokator yang diamankan kepolisian didapatkan berbagai amplop berisi uang. Jika dijumlahkan, uang dari amplop-amplop tersebut mencapai angka Rp 6 juta. Menurut Tito, mereka mengaku ada yang memberikan mereka uang tersebut.
"Totalnya kurang lebih hampir Rp 6 juta yang terpisah amplop-amplopnya. Karena mereka mengaku ada yang membayar. Dan kita melihat juga, mohon maaf, sebagian pelaku yang melakukan aksi anarkistis ini juga memiliki tato," tuturnya.
Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Fadli Zon menganggap kabar temuan amplop berisi uang dari para demonstran. "Halah itu hoaks semua, mana ada?" kata Fadli saat ditemui di sekitar kediaman Prabowo di Jalan Kertanegara IV, Kebayoran Baru, Jakarta, Rabu (22/5).
Fadli malah menyinggung temuan 400 ribu amplop yang berasal dari politikus Partai Golkar Bowo Sidik yang hendak dipakai untuk keperluan kampanye. Sementara itu terkait kabar temuan amplop oleh aparat kepolisian tersebut ia menegaskan bahwa hal itu tidak ada.
"Amplop itu yang mau pemilu, yang mau pilpres, pileg, ada 400 ribu amplop tuh baru ada," sindir Fadli.