REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Pembangunan moda raya terpadu (MRT) fase II rute Bundaran Hotel Indonesia (HI) sampai Kota segera dimulai. PT MRT Jakarta tengah mempersiapkan area proyek yang menjadi titik gardu induk listrik (receiving substation-RSS) di kawasan Monas, Jakarta Pusat.
"MRT Fase II kan akan dimulai segera ya sekarang sudah mulai persiapan area proyek yang di Monas itu," kata Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan PT MRT Jakarta Muhammad Kamaluddin saat dihubungi Republika, Selasa (21/5).
Ia menjelaskan, sebelum memulai pembangunan, ada proses yang harus dilakukan mulai dari menebang pohon di area proyek, memasang pagar pembatas proyek, sampai persiapan pengadaan kendaraan alat berat.
Kamal menyebut, proyek pembangunan MRT fase II diperkirakan akan dimulai bulan depan atau Juni. Setelah itu, pengerjaan fisik pertama yang akan dilakukan memulai penggalian di Monas.
"Setelah itu nanti berlanjut lagi untuk pekerjaan-pekerjaan berikutnya. Mungkin masih agak lama ya karena lebih kompleks pengerjaannya seperti pengeboran terowongan beda kan dengan penggalian saja," kata Kamal.
Ia mengatakan, proyek MRT Fase II yang ada di kawasan Monas bagian Medan Merdeka Barat, tepatnya di depan Museum Nasional. Selanjutnya, PT MRT akan membangun dinding diafragma (dwall) untuk gardu induk listrik di Monas.
Pembangunan MRT Fase II dimulai dengan membangun dwall RSS atau paket CP200. Kamal menyebut telah mengantongi surat rekomendasi dari Sekretariat Negara (Setneg) untuk pembangunan dwall RSS tersebut yang menjadi objek vital dan ring 1.
Kamal menjelaskan, Dwall seperti membenamkan dinding yang sudah dicetak bermaterial beton. Untuk menghindari robohnya tanah atau perubahan bentuk kontur tanah ketika penggalian dilakukan.
Meski diberikan pembatas konstruksi, proyek ini tidak akan mengganggu arus lalu lintas karena letaknya di dalam Monas. Sementara di Jalan MH Thamrin yang menghubungkan lintasan dari Bundaran HI ke Monas akan memakai badan jalan.
Di sepanjang Jalan Gajah Mada-Hayam Wuruk, Kamal mengatakan, akan ada badan jalan yang dipakai untuk proses pembangunan. Sebagai kompensasinya, PT MRT akan menutup sementara sungai untuk dijadikan jalan.
Ia menambahkan, pembangunan dwall RSS di Monas sebagai paket CP200 dilakukan PT Trocon Indah Perkasa. Sambil menunggu, PT MRT menyiapkan proses tender lima paket pembangunan MRT fase II.
Untuk paket CP201 akan dibangun jalur kereta MRT sepanjang 2,6 km, yang di dalamnya terdapat dua stasiun bawah tanah. CP202 sepanjang 1,8 km dengan tiga stasiun bawah tanah dan CP203 sepanjang 1,2 km dengan dua stasiun bawah tanah.
Diharapkan pembangunan bisa dilakukan pada Juli 2020 dengan waktu pengerjaan selama 54 bulan. Untuk CP206 berupa paket pengadaan rolling stock atau kereta MRT. Sementara untuk depo, Kamal belum bisa memastikan lokasinya. Akan tetapi, ia menyebut kemungkinan depo akan berada di wilayah Ancol bagian barat.
"Deponya kemungkinan besar di Ancol bagian barat ya, tepatnya nanti mungkin ketika sudah ada siaran persnya bersama dengan pemerintah provinsi," kata Kamal.
Sementara untuk tarif MRT fase II, Kamal mengatakan akan membuat kajian baru dan membuat tabel tarif baru. Tak ada perubahan pada tarif di MRT fase I rute Lebak Bulus-Bundaran HI.
Dengan demikian, penumpang yang akan melanjutkan perjalanan MRT dari rute fase I hingga Kota akan dikenakan tarif lebih tinggi lagi. Sebab, besaran tarif ditentukan berdasarkan jarak atau stasiun yang ditempuh.
"Enggak (perubahan tarif) kalau yang fase I, tidak. Namun, yang dari fase, Monas ke Kotanya yang tambahannya itu. Lebak Bulus ke HI berapa nanti kalau mau ke kota tambah lagi tarifnya," kata Kamal.
Kepala Unit Pengelola Kawasan (UPK) Monas Munjirin mengatakan, PT MRT Jakarta telah menempuh izin pengerjaan proyek di kawasan Monas. Ia pun baru melihat ada satu alat berat, yakni mesin beco yang sudah terparkir di sana.
"Sudah ditempuh semua oleh PT MRT, perizinan semua sudah ditempuh, tinggal membantu kelancarannya saja. Aktivitas belum terlalu kelihatan," kata Munjirin.
Ketua Forum Transportasi Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksana mengatakan, tarif transportasi umum bisa disesuaikan dengan perkembangan, termasuk dengan tarif moda raya terpadu (MRT) Jakarta.
Ia menjelaskan, perkembangan itu di antaranya nilai inflasi tahun ini dibandingkan tiga tahun, bahkan saat MRT fase II rampung dan mulai beroperasi. Selain itu, tarif juga disesuaikan dengan perkembangan integrasi antarmoda transportasi umum di Ibu Kota ke depannya. Menurut Aditya, kedua hal itu bisa menjadi faktor penetapan tarif.
Ia mengatakan, Pemprov DKI juga perlu melakukan evaluasi terhadap pemberlakuan tarif MRT saat ini. Sebab, tarif angkutan umum fleksibel sehingga tarif sekarang yang ditetapkan kemungkinan berubah pada tahun berikutnya.
Menurut dia, Anggaran Dasar Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta juga bisa meningkat kemudian. Sehingga bisa memengaruhi besaran subsidi atau public service obligation yang disalurkan. Kemudian bisa menentukan besaran tarif MRT yang berlaku bagi masyarakat.
"Jadi, saya berpikir tiga tahun lagi nanti kita lihat lagi seberapa jauh perkembangan satu tingkat inflasi, dua ketersediaan APBD-nya seberapa kuat," kata Aditya.