Selasa 21 May 2019 15:53 WIB

Angka Keterpilihan Jokowi Naik 2,4 Persen Dibanding 2014

KPU telah mengumumkan Jokowi-Maruf sebagai pemenang Pilpres 2019.

Capres petahana Joko Widodo (kedua kanan) dan cawapres Ma'ruf Amin (kanan) menyapa warga usai menyampaikan pidato kemenangannya sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024 di Kampung Deret, Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat, Selasa (21/5/2019).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Capres petahana Joko Widodo (kedua kanan) dan cawapres Ma'ruf Amin (kanan) menyapa warga usai menyampaikan pidato kemenangannya sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024 di Kampung Deret, Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat, Selasa (21/5/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, Dessy Suciati Saputri

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan etape kedua kepemimpinannya sampai 2024. Itu setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) resmi menetapkan hasil Pilpres 2019, pada Selasa (21/5) dini hari di Ibu Kota Jakarta. Jokowi yang kali ini berpasangan dengan KH Maruf Amin, mengalahkan rival lamanya, Prabowo Subianto yang kali ini menggandeng Sandiaga Salahudin Uno, dengan angka keterpilihan 55,5 berbanding 45,5 persen.

Baca Juga

Namun angka kemenangan Jokowi pada pilpres kali ini, tak siginifikan. Itu jika mengacu hasil Pilpres 2014. Lima tahun lalu, Pilpres 2014 Jokowi yang saat itu berpasangan dengan Jusuf Kalla (JK), menang di angka keterpilihan 53,1 persen. Dua kali ikut pilpres, Jokowi cuma mampu mengerek angka keterpilihannya sebagai pejawat, sebanyak 2,4 persen.

Pilpres 2014, dan tahun ini memang ada peningkatan angka. Terutama jumlah pemilih sah, dan partai-partai pendukung atau kaolisi. Saat Pilpres 2014, KPU menetapkan suara sah hasil pesta demokrasi sebanyak 133,5 juta pemilih. Tahun ini, sebanyak 154 juta pemilih. Persentase kemenangan Jokowi lima tahun lalu, setelah terpilih oleh 70,9 juta pemilih.

Angka pemilih Jokowi lima tahun lalu, memang meningkat. Pilpres 2019, Jokowi terpilih dengan 85 juta suara. Meningkat sekitar 15 juta suara. Namun  para partai pengusung dan pendukung pada pilpres tahun ini lebih besar dari lima tahun lalu. Jokowi disokong gabungan partai politik yang gemuk bernama Koalisi Indonesia Kerja (KIK). Ada PDI Perjuangan dan Golkar, dua partai parlemen terbesar di Indonesia, ditambah PKB, Nasdem, PPP, dan Hanura. 

Jokowi juga didukung partai-partai non-parlemen, seperti PKPI, PSI, dan PBB. Plus, sokongan moral  organisasi massa Islam terbesar di Indonesia, Nahdatul Ulama (NU). Dukungan NU, jelas melihat adanya Maruf Amin, ulama tinggi di NU sebagai pendamping Jokowi kali ini. Melihat koalisi gemuk, dan peran NU, selisih  2,4 persen dari Pilpres 2014 menuju Pilpres 2019, tampak kecil.

Jika Jokowi cuma mengalami peningkatan keterpilihan sebesar 2,4 persen dan selisih 15 juta pemilih dari 2014, Prabowo pada pesta demokrasi tahun ini masih mengalami ‘kesialan’. Prabowo kalah untuk kedua kalinya dari Jokowi, dengan selisih angka keterpilihan mencapai 10 persen, atau selisih sekitar 17 juta suara.

Pada Pilpres 2014, saat Prabowo menggandeng Hatta Rajasa sebagai cawapresnya, paslon tersebut meraup 46,8 persen. Pasangan tersebut terpilih oleh 62,5 dari 133,5 juta suara yang sah.

Angka keterpilihan itu menurun di  pilpres kali ini. Prabowo pada Pilpres 2019 menggandeng politikus muda kaya raya Sandiaga Uno. Pasangan tersebut  cuma meraih 45.5 persen suara. Keterpilihan Prabowo, menurun 1,5 persen dari 2014. Namun dengan jumlah pemilih yang bertambah.

Lima tahun lalu, Prabowo dipilih oleh 62,5 dari 133,5 juta pemilih. Pada pilpres yang baru lewat, Prabowo-Sandiaga terpilih oleh 68 dari 154 juta pemilih yang sah. Ada peningkatan sekitar enam juta pemilih. Padahal, menengok komposisi politik lima tahun lalu, Prabowo-Hatta, punya sokongan politik yang lebih besar.

Saat Pilpres 2014, Prabowo-Hatta diusung dua partai besar di parlemen, Golkar dan Gerindra, serta PKS, dan PAN, serta PPP. Dan didukung partai-partai non-parlemen, PBB.  Pilpres tahun ini, koalisi pengusung Prabowo menciut. Hanya menyisakan Gerindra, PAN, PKS, dan Demokrat yang saat Pilpres 2014 abstain tak memihak.

Prabowo-Sandiaga, juga mendapat dukungan dari partai baru non-parlemen, yakni Berkarya dan bergabung dalam Koalisi Adil Makmur. Namun Prabowo-Sandiaga pada pilpres kali ini, mendapat dukungan dan simpatik politik dari para pemilih kalangan dan organisasi-organisasi minor dari muslim lainnya.

Kembali ke Jokowi, keterpilihannya yang meningkat cuma 2,4 persen dari 2014 memang tak signifikan. Jokowi pun belum mampu memecahkan rekor keterpilihan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Pilpres 2004, dan Pilpres 2009 dengan angka keterpilihan mencapai 60 persen lebih.  Akan tetapi perpanjangan masa kepemimpinan nasional seorang Jokowi memberi prestasi tersendiri.

Harus diakui, Jokowi menjadi Presiden RI pertama setelah era reformasi, yang berangkat dari kalangan sipil dan berhasil mempertahankan periode pertama kepemimpinannya. Jokowi memang bukan presiden dari kalangan sipil pertama setelah kalender reformasi. Ada Presiden BJ Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid (Gusdur), dan Presiden Megawati Soekarnoputri.

Tetapi, kepemimpin dari kalangan sipil yang lalu, tak berhasil melewati periode pertama kepemimpinan nasional. Presiden Habibie, mentok sampai Pemilu 1999. Sedangkan Presiden Abdurrahman Wahid yang terpilih untuk periode 1999 sampai 2004, terjungkal pada 2001.

Presiden Megawati yang menggantikan Presiden Gusdur sampai 2004, pun gagal memperpanjang kepemimpinannya setelah kandas saat Pilpres 2004. Adapun SBY, meski menjadi presiden dua periode (2004-2009, 2009-2014) dengan status sipil, tetapi pendiri Partai Demokrat tersebut, punya karier militer berpangkat Jenderal, sampai 2000.

Pidato kemenangan Jokowi

Jokowi meminta seluruh pihak agar menghargai proses dan hasil rekapitulasi pemilu nasional. Hal ini disampaikannya saat menggelar pidato kemenangan Jokowi-Ma'ruf di Kampung Deret, Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat, Selasa (21/5) siang.

"Oleh sebab itu, kedaulatan rakyat yang telah dilaksanakan itu kehendak rakyat yang telah dilaksanakan marilah kita hargai. Marilah kita hargai. Itu yang namanya dewasa dalam berdemokrasi, dewasa dalam melaksanakan pemilu," ujar Jokowi yang didampingi Ma'ruf Amin.

Proses demokrasi dan pemungutan suara ini merupakan bentuk kedaulatan rakyat. Karena itu, Jokowi meminta masyarakat untuk bersikap dewasa dalam berdemokrasi dan juga melaksanakan pemilu.

"Ya tadi kan saya sudah sampaikan bahwa rakyat telah dewasa dalam berdemokrasi telah berkehendak dan itu adalah sebuah kedaulatan rakyat dalam bentuk pemilu 17 April yang lalu," kata dia.

Jokowi pun mengaku ingin terus menjalin persahabatan dan silaturahim dengan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.

"Yang jelas kita ingin terus bersahabat bersilaturahmi dengan Pak Prabowo Pak Sandiaga Uno dan seluruh pendukung yang ada," ujar Jokowi saat menyampaikan pidato kemenangan di Kampung Deret, Johar Baru, Jakarta Pusat, Selasa (21/4) siang.

Kendati demikian, hingga kini ia mengaku belum berkomunikasi dengan Prabowo. Jokowi juga menyampaikan, meskipun pertemuan dengan Prabowo sudah lama direncanakan, namun hingga kini belum terlaksana.

"Ya rencana kan sudah sejak awal sejak tanggal 17 April sudah ada rencana tapi memang belum ketemu, mungkin belum ketemu waktunya," ucapnya.

  

[video] KPU tak Perlambat atau Percepat Rekapitulasi Hasil Pemilu

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement