Ahad 19 May 2019 18:42 WIB

Polisi Sebut akan Ada Aksi Teror 22 Mei, Ini kata Dahnil

Dahnil meminta polisi tak membatasi kebebasan warga menyampaikan pendapat.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Teguh Firmansyah
Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN), Dahnil Anzar Simanjuntak
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN), Dahnil Anzar Simanjuntak

REPUBLIKA.CO.ID, JEMBER -- Badan Pememangan Nasional (BPN) meminta polisi tidak berlebihan dalam menyikapi aksi 22 Mei. Tuduhan polisi soal aksi 22 Mei dikaitkan dengan aksi terorisme dan makar dianggap tidak berdasar.

Juru Bicara BPN Dahnil Anzar Simanjuntak menilai tuduhan polisi soal aksi 22 Mei didomplengi atau dimanfaatkan teroris lagu lama. Dulu ketika aksi 212 juga begitu dituduh didompleng radikalis dan teroris, dan berpotensi anarkis. Namun faktanya aman dan damai bahkan super damai. "Jadi setoplah berlaku antidemokrasi," kata Dahnil kepada wartawan, Ahad (19/5).

Baca Juga

BPN, kata Dahnil, mendukung hak konstitusional semua warga negara. Menurutnya, kebebasan berserikat dan berpendapat adalah hak konstitusional warga negara. Ia berharap polisi juga tidak membatasi kebebasan warga negara menyampaikan pendapatnya.

"Siapa pun yang menghalang-halangi hak konstitusional tersebut terang adalah perbuatan makar terhadap UUD 1945, dan tentu kami menghimbau siapa pun yg akan menggunakan hak konstitusionalnya harus dilakukan dengan cara damai dan anti kekerasan," katanya.

Ia meminta polisi setop menebar teror verbal. Tugas polisi, kata ia, adalah melindungi rakyat yang ingin menggunakan hak konstitusionalnya.

Sebelumnya Kadivhumas Polri Irjen Pol Mohammad Iqbal mengatakan para terorisme kelompok Jamaah Ansharut Daulah memiliki rencana memanfaatkan momentum pengumuman Komisi Pemilihan Umum pada 22 Mei 2019. Mereka memanfaatkan gerakan people power untuk melancarkan aksi teror.

"Sebanyak 29 tersangka yang ditangkap bulan ini (Mei) berencana aksi amaliyah dengan menyerang kerumunan massa 22 Mei 2019 nanti dengan menggunakan bom, senjata," kata Irjen Pol Mohammad Iqbal di Mabes Polri, Jakarta, Jumat lalu.

Dari 29 tersangka tersebut, 18 orang di antaranya terlibat dalam membuat bom.

Sementara 9 orang lainnya merupakan anggota aktif JAD dan pernah terlibat pelatihan militer di dalam negeri dan di Suriah. "Mereka kader JAD yang berangkat ke Suriah sebagai foreign terrorist fighters," kata Iqbal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement