REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Andre Rosiade menyatakan tidak tahu pasti apakah aksi demonstrasi akan dilakukan masyarakat jelang pengumuman perhitungan suara pemilu pada 22 Mei mendatang. Jika memang aksi demonstrasi tersebut akan dilakukan, pihaknya mengimbau agar masyarakat dapat menjaga kondusifitas.
“Jika memang demonstrasi tetap ada kami mengimbau supaya masyarakat Indonesia kalau mau demonstrasi harus kondusif, engga boleh anarkis, jangan makar, harus damai, ikuti aturan dan UU,” kata Andre melalui sambungan telepon, Sabtu (18/6).
Selain itu ujarnya, jangan lupa agar tetapi memberikan surat pemberitahuan kepada kepolisian perihal aksi tersebut. Kendatipun polisi telah memberikan peringatan sebelumnya agar masyarakat tidak pergi ke Jakarta pada 22 Mei 2019.
“Kan berkebebasan berekspresi itu dilindungi UU, ya kalau memamg ada teroris yang menyusupi kan polisi punya datanya, itu kita dorong polisinya untuk menangkap siapa terorisnya supaya kalau masyarakat ternyata melakukan demonstrasi aksinya jadi aksi damai,” kata Andre.
Sebelumnya Mabes Polri mengimbau masyarakat tidak melakukan aksi demonstrasi pada 22 Mei. Deteksi kontra-terorisme oleh Densus 88 menganalisa aksi kelompok tertentu untuk menolak dan menerima hasil Pemilu 2019 berbahaya karena bakal ditunggangi kelompok terorisme.
Rencana aksi terorisme pada 22 Mei tersebut, kata Iqbal, bukan cuma akan menyasar anggota kepolisian yang selama ini menjadi objek sasaran JAD. Melainkan, juga akan menyasar sipil yang turun ke jalan menolak atau menerima hasil Pemilu 2019.
Itu dibuktikan Iqbal dengan aksi Densus 88 yang melakukan penangkapan terduga anggota JAD Bekasi beserta sejumlah bom rakitan berdaya ledak tinggi dengan bantuan remote control. Semakin berbahaya, kata Iqbal, karena Densus 88 pekan lalu, berhasil menangkap para anggota JAD yang pernah bergabung dengan kombatan Daesh atau ISIS di Suriah.
“Kami tidak ingin kerumunan massa 22 Mei nanti berdampak pada jatuhnya korban,” ujar Iqbal.