REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman tak ambil pusing ihwal pernyataan pihak Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi yang enggan menempuh jalur MK terkait sengketa Pilpres 2019 nanti. Ia menegaskan, pihaknya bersifat pasif dalam masalah pengajuan gugatan, tak seperti penegak hukum lainnya.
Anwar menegaskan, selama ini MK hanya mengadili dan memeriksa perkara dalam persidangan. Untuk itu, Anwar menegaskan tidak akan menanggapi pernyataan-pernyataan di luar persidangan.
"Begini MK itu bersifat pasif, artinya kalau ada perkara masuk MK akan menyidangkan, mengadili dan putuskan, artinya kalau tidak ada perkara yang masuk, tidak ada yang mau mengajukan gugatan ya berarti tidak ada yang disidangkan," kata Anwar di Gedung KPK Jakarta, Jumat (17/5).
"MK cuma mengadili, periksa perkara dalam persidangan artinya apa pun pernyataan itu kami tak bisa menanggapi terserah masing-masing," tambah Anwar.
Yang jelas, lanjut dia, setiap warga negara, lembaga negara ataupun organisasi sudah diberi hak konstitusinya oleh UU sesuai porsinya yang tertera dalam regulasi. "Yang jelas hak mengajukan itu diberikan oleh konstitusi oleh undang-undang," tegas Anwar.
Sebelumnya, Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Fadli Zon menyatakan bahwa kecil kemungkinan bagi BPN untuk melayangkan gugatan terkait dugaan kecurangan Pemilu 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun menurutnya, keputusan tersebut belum lah final.
"Iya (belum final), nanti akan kita lihat nanti kan pasti finalnya dinyatakan oleh paslon," kata Fadli di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (17/5).
Fadli mengatakan, BPN mengembalikan sepenuhnya keputusan kepada rakyat. Menurutnya, yang berhak menentukan sikap terkait berbagai temuan dugaan kecurangan adalah rakyat sebagai pemilik suara.
"Yang memilih itu kan tentu mempunyai sikap terhadap itu, yang memilih kan jumlahnya puluhan juta," ujarnya.
Ia memastikan langkah-langkah upaya mencari keadilan yang dilakukan rakyat nantinya adalah upaya konstitusional. Ia juga beranggapan adanya pandangan yang mengatakan bahwa people power adalah upaya makar adalah pandangan yang salah.
"Makar itu menjatuhkan pemerintahan yang sah dengan penggunaan kekerasan, bersenjata, dan sebagainya, kalau orang cuma di mulut aja itu bukan makar," tuturnya.
Selain itu, saat disinggung mengenai kesediaan kubu 02 mengikuti pengumuman rekapitulasi nasional pada 22 Mei 2019, Fadli mengaku belum mengetahui hal tersebut. "Nanti ditanyalah saya belum tahu juga," ucap wakil ketua DPR itu.