Jumat 17 May 2019 05:37 WIB

Pemindahan Ibu Kota dan Kekuatan APBN

Dana APBN disiapkan Rp 30,6 triliun untuk pemindahan ibu kota negara dari Jakarta .

Asumsi dasar makro RAPBN
Foto: Republika
Asumsi dasar makro RAPBN

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Rencana pemindahan ibu kota terus dimatangkan. Anggaran menjadi salah satu isu utama pemindahan ibu kota negara ini.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pembangunan ibu kota baru sebesar Rp 30,6 triliun. Anggaran itu akan digelontorkan dalam jangka waktu beberapa tahun.

“Anggaran ini tidak akan digelontorkan dalam satu tahun, tapi sesuai waktu pembangunan. Misalnya, lima tahun, maka setahun akan disediakan sekitar Rp 6 triliun,” kata Bambang dalam Dialog Nasional Pembangunan Ibu Kota Negara di Jakarta, Kamis (16/5).

Mantan menteri keuangan itu memastikan, alokasi anggaran untuk pembangunan ibu kota baru dipastikan tidak akan mengganggu alokasi untuk anggaran program pemerintah lainnya. Pemerintah akan mengambil anggaran untuk pembangunan ibu kota baru dari sumber-sumber spesifik, seperti manajemen aset dari barang milik negara.

Adapun dari alokasi APBN sebesar Rp 30,6 triliun itu, lanjut Bambang, sekitar Rp 18,6 triliun digunakan untuk membangun Istana Negara dan bangunan strategis untuk TNI dan Polri. Sementara sisanya Rp 8 triliun untuk pengadaan lahan dan Rp 4 triliun untuk kebutuhan ruang terbuka hijau.

Total kebutuhan anggaran untuk pembangunan ibu kota diperkirakan mencapai Rp 466 triliun. Untuk menutupi kekurangan APBN, kata Bambang, sebanyak Rp 340,6 triliun diharapkan bersumber dari skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU). Pihak swasta diharapkan memberikan kontribusi sebesar Rp 95 triliun.

“Kebutuhan anggaran yang akan berasal dari swasta dan BUMN bukan menjadi pengeluaran, melainkan investasi untuk pelaku usaha,” kata Bambang.

Dia mengatakan, tahun ini pihaknya bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang menargetkan kajian pembangunan ibu kota selesai dan penentuan lokasi dapat diputuskan oleh Presiden Joko Widodo. Bambang mengaku Bappenas dikejar waktu agar peletakan batu pertama ibu kota baru dapat dimulai tahun 2021.

“Kita groundbreaking 2021, lalu tahun 2024 sudah dapat dimulai proses pemindahan ibu kota. Saya jawab pakai timeline untuk membuktikan kalau kita serius,” kata Bambang. Dia menambahkan, berdasarkan perencanaan awal, proses pemindahan ibu kota setidaknya dibutuhkan waktu lima hingga 10 tahun.

Bambang menambahkan, salah satu alasan utama pemindahan ibu kota adalah kekhawatiran tentang kesenjangan yang kian menganga. Hal itu terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Indonesia bagian barat dan timur yang tidak seimbang.

“Sudah terlihat betapa tidak seimbang dan idealnya persebaran ruang di Indonesia. Baik dari segi populasi maupun ekonomi,” kata Bambang.

Badan Pusat Statistik (BPS) pada pekan lalu menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang kuartal I 2019 sebesar 5,07 persen. Kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) terbesar masih terdapat di Pulau Jawa sebesar 59,03 persen.

Kedua terbesar diikuti oleh Pulau Sumatra dengan 21,36 persen. Ketiga, yakni Kalimantan 8,26 persen, Sulawesi 6,14 persen, Bali dan Nusa Tenggara 3,02 persen, serta terakhir Maluku dan Papua 2,19 persen.

Kondisi tersebut, kata dia, sudah menunjukkan bahwa pertumbuhan di kawasan barat Indonesia lebih mendominasi. Di sisi lain, jika ditelusuri lebih dalam, laju pertumbuhan kawasan barat jauh lebih cepat dibanding kawasan timur Indonesia.

“Artinya, potensi kesenjangan makin melebar, bukan mengecil. Ini agak mengkhawatirkan karena selain barat sudah mendominasi tumbuhnya lebih cepat pula,” kata Bambang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement