REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji mengimbau masyarakat untuk menahan diri, bahkan menolak ajakan kelompok tertentu untuk melakukan people power menjelang pengumuman hasil Pemilu oleh KPU pada 22 Mei 2019. Ajakan people power dinilai menyimpang dan melanggar koridor hukum.
"Muatan dan konten misi people power yang akan mengepung, tidak mengakui, menduduki institusi-institusi kenegaraan penyelenggara pemilu dan Istana, melakukan revolusi atas kekuasaan yang sah, sebagai fakta semua itu sudah mengarah pada ancaman, hasutan, dan penistaaan terhadap kelembaga formal," kata Indriyanto di Jakarta, Kamis (16/5).
Menurut dia, ajakan people power menjelang pengumuman hasil pemilu sudah jelas menyimpang dan melanggar koridor hukum serta regulasi yang berlaku. "Ini sudah jelas menyimpang dan melanggar koridor hukum dan regulasi yang berlaku, baik pelanggaran terhadap KUHP, Undang-Undang ITE, maupun Undang-Undang Pemilu, yang hakikatnya sebagai perbuatan makar," jelasnya.
Indriyanto menyebutkan konten ajakan dan hasutan untuk melakukan people power saat ini sudah mengarah pada abuse of freedom expression dari sistem demokrasi di Indonesia. Ajakan people power itu mengarah pada tuduhan-tuduhan keras yang subjektif dan tidak konstruktif, kasar, dan fitnah penuh penistaan.
"Bahkan, ajakan itu sudah tegas mengandung materi yang actual malice (kejahatan yang sebenarnya). Oleh karena itu, people power semacam ini justru mencederai pilar-pilar kebebasan dan demokrasi dari negara hukum," kata mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.
Negara dan pemerintah, kata dia, tetap menjamin secara konstitusional terhadap kebebasan berekspresi. Namun, masyarakat jangan menggunakan kebebasan ini secara absolut dan tanpa batas sehingga yang muncul ke permukaan adalah stigma abuse of freedom expression.
"Sebaiknya publik tidak terjebak oleh ajakan people power yang berpotensi melanggar norma dan koridor hukum," katanya.