REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah saat ini sepakat menurunkan tarif batas atas (TBA) tiket pesawat sebesar 12 persen sampai 16 persen. Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi khawatir setelah TBA tarif pesawat turun juga akan direspons negatif oleh maskapai dengan menutup rute penerbangan.
“Terutama menutup rute penerbangan yang dianggap tidak menguntungkan atau setidaknya mengurangi jumlah frekuensi penerbangannya,” kata Tulus, Selasa (14/5).
Jika hal tersebut terjadi, Tulus menilai akses penerbangan banyak yang tutup khususnya Indonesia bagian Timur. Sehingga, kata dia, publik akan kesulitan mendapatkan akses penerbangan.
Tulus merasa jika hal tersebut terjadi justru akan berdampak negatif kepada masyarakat. “Bisakah pemerintah menyediakan akses penerbangan yang ditinggalkan oleh maskapai itu?” tutur Tulus.
Dia menegaskan, jika pemerintah ingin menurunkan tiket pesawat, seharusnya bukan hanya dengan mengutak-atik formulasi TBA saja. Tetapi, lanjut Tulus, dengan menghilangkan/menurunkan PPN tarif pesawat sebesar 10 persen.
“Bisa diturunkan misalnya menjadi lima persen saja. Jadi pemerintah harus adil, bukan hanya menekan maskapai saja, tetapi pemerintah tidak mau mereduksi potensi pendapatannya yaitu menghilangkan/menurunkan PPN tiket pesawat,” ungkap Tulus.
Sebab, Tulus mengatakan komponen tiket pesawat bukan hanya soal TBA saja, tetapi juga komponen tarif kebandaraudaraan yang setiap dua tahun mengalami kenaikan. Hal tersebut menurutnya berpengaruh pada harga tiket pesawat karena tarif kebandarudaraan masuk ke dalamnya.
Untuk itu, Tulus meminta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) secara reguler mengevaluasi formulasi TBA. “Sebab selama tiga tahun terakhir, sejak 2016 formulasi TBA belum dievaluasi,” ungkap Tulus.