Sabtu 11 May 2019 22:30 WIB

Soal Menpora, KPK: Tunggu Putusan Pengadilan

Nama Menpora disebut-sebut dalam tuntutan kedua terdakwa.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Muhammad Hafil
Logo KPK
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Logo KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menegaskan pihaknya akan menunggu pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta terkait kasus dugaan skandal hibah Kemenporan kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).

Sebelumnya dalam tuntutan kedua terdakwa yaitu Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan  Bendahara KONI Johny E Awuy, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi disebut terlibat dalam kasus suap antara pejabat Kemenpora dan KONI. Jaksa bahkan menyebut Imam bersama-sama stafnya melakukan permufakatan jahat secara diam-diam.

Baca Juga

"Nanti kita tunggu pertimbangan Hakim terhadap fakta-fakta sidang dan tuntutan JPU tersebut dan juga putusan akhir kita tunggu itu dulu agar kemudian baru dilakukan analisis lebih lanjut kemungkinan pengembangan dalam sebuah perkara itu selalu ada sepanjang ada bukti yang mendukung hal tersebut ," kata Febri saat dikonformasi, Sabtu (11/5).

Namun, sambung Febri,  KPK juga harus berhati-hati dan sangat cermat untuk melihat setiap detail fakta yang ada. "Jadi kita tunggu dulu untuk konteks kasus kemenpora ini kita tunggu nanti putusan pengadilan," tegasnya.

Sebelumnya, dalam tuntutan dua pejabat KONI, Jaksa KPK menilai keterangan Imam dan staf pribadinya Miftahul Ulum, serta staf protokol Kemenpora Arief Susanto yang membantah adanya penerimaan uang harus dikesampingkan. Keterangan mereka dianggap tidak relevan dengan barang bukti dan keterangan saksi lainnya.

Menurut jaksa, adanya keterkaitan bukti dan keterangan saksi lainnya justru menununjukkan bukti hukum bahwa Imam, Ulum dan Arief melakukan permufakatan jahat. "Adanya keikutsertaan para saksi tersebut dalam suatu kejahatan yang termasuk dalam permufakatan jahat diam-diam atau disebut sukzessive mittaterschaft," ujar jaksa Ronald F Worotikan saat membacakan surat tuntutan.

Menurut jaksa, Hamidy dan Johny terbukti secara bersama-sama menyuap Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga Mulyana, pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo dan staf Kemenpora Eko Triyanta. Hamidy dan Johny disebut memberikan 1 unit Toyota Fortuner hitam dan uang Rp 300 juta kepada Mulyana. Selain itu, Mulyana diberikan kartu ATM debit BNI dengan saldo Rp 100 juta. Kemudian, Johny dan Hamidy juga memberikan ponsel merek Samsung Galaxy Note 9 kepada Mulyana. Selain itu, Ending juga memberikan uang Rp 215 juta kepada Adhi Purnomo dan Eko Triyanta.

Jaksa menduga pemberian hadiah berupa uang dan barang itu bertujuan supaya Mulyana dan dua orang lainnya membantu mempercepat proses persetujuan dan pencairan dana hibah Kemenpora RI yang akan diberikan kepada KONI.

Diketahui, KONI mengajukan proposal bantuan dana hibah kepada Kemenpora dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional pada multi event 18th Asian Games 2018 dan 3rd Asian Para Games 2018. Kemudian, proposal dukungan KONI dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi Tahun  2018.

Atas perbuatannya, Hamidy dinilai melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Sementara Johny dinilai melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement