REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang mengatakan pihaknya masih menunggu laporan dari Jaksa KPK ihwal status hukum Menteri Pemuda dan Olah Raga (Menpora), Imam Nahrawi. Di mana, dia disebut-sebut dalam kasus dugaan skandal hibah Kemenporan kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
"Nanti Jaksa penuntut akan laporkan seperti apa itu akan dikembangkan. Kita tunggu saja," kata Saut saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (10/5).
Namun, Saut enggan menjelaskan sejauh mana bukti-bukti yang dimiliki KPK terhadap Imam Nahrawi. Ia meminta agar bersabar menunggu proses hukum yang sedang berjalan.
"Tunggu nanti setelah putusan, Jaksa akan lapor," kata Saut.
Ia pun memastikan setiap fakta dalam persidangan akan menjadi bukti tambahan penyidik untuk mengembangkan perkara. "Itu pasti," tegasnya.
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasam Korupsi (KPK) menuntut Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy 4 tahun penjara. Hamidy juga dituntut membayar denda Rp 150 juta subsider 6 bulan kurungan. Sementara Bendahara KONI Johny E Awuy dituntut 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.
"Kami menuntut supaya majelis hakim menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," ujar jaksa KPK Ronald F Worotikan saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (9/5).
Dalam pertimbangan, jaksa menilai perbuatan Hamidy dan Johny tidak mendukung pemerintah dalam memberantas korupsi. Namun, keduanya bersikap sopan, belum pernah dihukum, bersikap kooperatif dan mengakui perbuatan.
Menurut jaksa, Hamidy dan Johny terbukti secara bersama-sama menyuap Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga Mulyana, pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo dan staf Kemenpora Eko Triyanta. Hamidy dan Johny disebut memberikan 1 unit Toyota Fortuner hitam dan uang Rp 300 juta kepada Mulyana.
Selain itu, Mulyana diberikan kartu ATM debit BNI dengan saldo Rp 100 juta. Kemudian, Johny dan Hamidy juga memberikan ponsel merek Samsung Galaxy Note 9 kepada Mulyana. Selain itu, Ending juga memberikan uang Rp 215 juta kepada Adhi Purnomo dan Eko Triyanta.
Jaksa menduga pemberian hadiah berupa uang dan barang itu bertujuan supaya Mulyana dan dua orang lainnya membantu mempercepat proses persetujuan dan pencairan dana hibah Kemenpora RI yang akan diberikan kepada KONI.
Diketahui, KONI mengajukan proposal bantuan dana hibah kepada Kemenpora dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional pada multi event 18th Asian Games 2018 dan 3rd Asian Para Games 2018. Kemudian, proposal dukungan KONI dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi Tahun 2018.
Disebutkan pula dalam tuntutan bahwa Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi turut terlibat dalam kasus suap antara pejabat Kemenpora dan KONI. Jaksa bahkan menyebut Imam bersama-sama stafnya melakukan permufakatan jahat secara diam-diam.
"Adanya keikutsertaan para saksi tersebut dalam suatu kejahatan yang termasuk dalam permufakatan jahat diam-diam atau disebut sukzessive mittaterschaft," kata Jaksa Ronald.
Jaksa meyakini bahwa uang yang diterima untuk kepentingan Imam dan diserahkan melalui staf pribadinya, Miftahul Ulum.
"Sebagaimana keterangan terdakwa dan diperkuat pengakuan Johny E Awuy terkait adanya pemberian jatah komitmen fee secara bertahap yang diterima Miftahul Ulum dan Arief Susanto guna kepentingan Menpora RI yang seluruhnya Rp 11,5 miliar," ujar jaksa Ronald.
Diduga, sejak awal Hamidy dan Miftahul Ulum telah menyepakati komitmen pemberian atas pencairan dana hibah yang diberikan Kemenpora kepada KONI. Hamidy dan Ulum sepakat bahwa besaran fee 15 persen hingga 19 persen dari nilai total dana hibah.