Kamis 09 May 2019 07:37 WIB

Mengintip Kehidupan ‘Manusia Gerobak’ di Pinggir Jalan

Dinsos menyebut manusia gerobak melanggar peraturan daerah.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Bilal Ramadhan
Manusia gerobak
Foto: Republika/Yasin Habibi
Manusia gerobak

REPUBLIKA.CO.ID, Di pinggir Jalan Raden Saleh Raya, Menteng, Jakarta Pusat, terdapat seorang pria berbaju hijau menarik gerobak. Di dalam gerobak tersebut terdapat istrinya yang memakai koyo di dahi serta anaknya yang sedang tiduran. Hanya berbekal gerobak, mereka mengarungi jalan di Jakarta.

Gerobak mereka terbuat dari kayu yang berwarna abu-abu. Terdapat tulisan pada gerobaknya “Setetes Keringat Harapan untuk Anak dan Istri”. Di belakang gerobak terdapat keranjang berwarna putih yang berisi seekor kelinci putih. Mereka memelihara kelinci tersebut dengan disangkutkan di belakang gerobak.

Bagi mereka, gerobak merupakan rumah ternyaman. Mereka menyimpan semua kebutuhannya di gerobak abu-abu tersebut. Di dalam gerobak tersebut terdapat pakaian, ember kecil yang berisi sabun serta satu sikat gigi, kardus, terpal, bantal, dan peralatan makan yang disimpan di celengan plastik.

Berdasarkan pantauan Republika, pada Rabu (8/5) pria pemilik gerobak ini terlihat tidak bersih. Rambutnya terlihat berantakan, badannya kurus, giginya berwarna kuning, serta kulitnya yang mengerut terpapar sinar matahari. Begitu pula dengan sang istri, rambutnya sudah beruban, giginya berwarna kuning, serta ompong. Sementara, anak lelakinya berbicara tidak jelas serta tidak bisa diam.

Pria gerobak ini bernama Rosyid (30 tahun). Ia tinggal di gerobak bersama keluarga kecilnya sejak 2005. Ia berkeliling DKI Jakarta untuk mencari barang bekas. Dari hasil penjualan barang bekas, ia bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Saya dari Tangerang. Tidak ada kerjaan di sana. Jadi, saya ke Jakarta ngambil barang-barang bekas. Saya keliling dari Tanah Abang, Manggarai, Jatinegara, sampai Senen. Ya sering tidurnya di Senen. Aman di sana,” tutur Rosyid.

Rosyid hanya mengenyam pendidikan terakhir sekolah menengah pertama (SMP). Ia berusaha agar mendapatkan penghasilan dari mengambil barang bekas dengan gerobak yang ia miliki satu-satunya. Untuk pendapatan dalam sehari ia mendapatkan Rp 150 ribu dan paling rendah Rp 50 ribu.

“Ya cukup enggak cukup untuk makan bertiga. Kalau tidur juga di gerobak. Saya sama anak tidur di bawah gerobak. Nah, istri saya di atas. Kalau hujan pakai terpal, sudah risiko sih. Tapi, saya cinta tinggal di gerobak,” ujar dia.

Rosyid mengaku, untuk mandi serta mencuci baju, ia gunakan toilet umum di daerah Senen, Jakarta Pusat. Sudah terbiasa Rosyid hidup tanpa rumah. Lantaran, ia mau membeli rumah dengan hasil keringatnya sendiri.

Enggak mau saya kalau dikasih rumah. Kalau dikasih pemerintah juga enggak mau. Mau dari hasil sendiri saja,” kata dia.

Menurutnya, jika ada acara kawinan, barang bekas yang didapatkan banyak, sehingga menambah penghasilan. Tetapi, Rosyid tidak pernah ke acara-acara besar di Monas. Ia takut ditangkap Dinas Sosial serta Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Maka, dari itu, ia hanya di daerah Jatinegara, Senen, dan Manggarai.

Rosyid tidak mau hidup di panti sosial. Menurut dia, kehidupan yang layak itu hidup di gerobaknya. Gerobak merupakan rumah ternyaman bagi keluarga Rosyid walaupun tempat tujuan terakhir singgah tidak menentu.

“Saya tidak apa-apa tinggal di gerobak. Ini kehidupan saya. Sudah menyatu hidup saya dengan gerobak,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial, Dinas Sosial (Dinsos) DKI Jakarta, Yayat Duhayat, mengatakan, sebenarnya manusia gerobak melanggar peraturan daerah (perda). Yayat beserta pihak Dinsos berusaha menertibkan para manusia gerobak.

“Manusia gerobak itu musiman, apalagi menjelang Ramadhan pasti banyak di daerah-daerah tertentu di DKI Jakarta. Kami pasti membawa mereka untuk melakukan pembinaan di panti gelandangan dan pengemis di Balaraja,” kata Yayat.

Yayat melanjutkan memang banyak pengemis atau manusia gerobak yang tinggal di kolong jembatan maupun di kolong stasiun. Dari sisi kesehatan sudah tidak bagus serta melanggar Perda. Tetapi, Yayat memiliki petugas Dinsos yang ditempatkan di kelurahan dan kecamatan di DKI Jakarta.

“Kami menempatkan karyawan Dinsos di masing-masing kelurahan dan kecamatan. Mereka mendata jenis permasalahan sosial di sana. Jadi, kami memiliki data di masing kelurahan maupun kecamatan di DKI Jakarta” ujar dia.

Kemudian, untuk Kecamatan Menteng sudah melakukan penertiban tunawisma serta manusia gerobak satu pekan yang lalu. Banyak tunawisma yang tertangkap Satpol PP, terutama pada malam hari.

Yayat menambahkan juga mengimbau pada warga jika menemukan tunawisma dapat melapor agar ditindaklanjuti. “Kami akan menerima aduan masyarakat selama 24 jam. Nanti petugas Dinsos akan mengatasi tunawisma tersebut,” kata dia menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement