Rabu 08 May 2019 05:08 WIB

Tiga Pernyataan Kontroversial Wiranto

Aktivis HAM menilai pernyataan Wiranto tak sesuai dengan iklim demokrasi.

Rep: Ronggo, Arif, Umi/ Red: Teguh Firmansyah
Menko Polhukam Wiranto (kanan) didampingi Mendagri Tjahjo Kumolo memberikan keterangan seusai memimpn rapat koordinasi dengan kementerian dan instansi di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (6/5/2019).
Foto: Antara/Humas Kemenko Polhukam
Menko Polhukam Wiranto (kanan) didampingi Mendagri Tjahjo Kumolo memberikan keterangan seusai memimpn rapat koordinasi dengan kementerian dan instansi di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (6/5/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menko Polhukam Wiranto kembali membuat pernyataan kontroversial. Kali ini soal pembentukan Tim Hukum Nasional. Aktivis HAM menilai pernyataan Wiranto bertentang dengan iklim demokrasi di Indonesia. Mereka pun meminta Presiden Jokowi menegur Wiranto.

Berikut tiga pernyataan kontroversial Wiranto.

1. Pemidanaan Golput

Wiranto sempat mengusulkan agar penyeru Golput dipidana.  Menurutnya, mengajak masyarakat golput merupakan tindakan yang mengacau. "Yang mengajak golput itu yang namanya mengacau, itu kan mengancam hak dan kewajiban orang lain. Ada undang-undang (UU) yang mengancam itu," ujar Wiranto di Grand Paragon Hotel, Jakarta Barat, Rabu (27/3).

Baca juga, Kala Penganjur Golput Diancam Hukuman Pidana.

Ia mengatakan, Indonesia merupakan negara hukum. Jika ada sesuatu yang tidak tertib atau yang membuat kacau, maka akan ada sanksi hukuman bagi pihak-pihak yang membuat ketidaktertiban atau yang membuat kacau itu. Menurut dia, ada banyak UU yang bisa dikenakan terhadap pihak-pihak tersebut.

"Kalau UU Terorisme nggak bisa, UU lain masih bisa, ada UU ITE, UU KUHP bisa. Indonesia kan negara hukum," terangnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement