Selasa 07 May 2019 20:56 WIB

JK Minta Situng KPU Tak Perlu Dihentikan

Situng KPU bukanlah aspek yuridis formal menentukan hasil Pemilu

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Esthi Maharani
Wakil Presiden Jusuf Kalla saat diwawancarai wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (7/5).
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Wakil Presiden Jusuf Kalla saat diwawancarai wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (7/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai proses perhitungan melalui Aplikasi Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) KPU tidak perlu dihentikan. Menurut JK, situng KPU bukanlah aspek yuridis formal menentukan hasil Pemilu. Karenanya, ia berharap pihak yang meminta Situng KPU dihentikan bijak menanggapi situng KPU yang kini sedang berjalan.

"Tidak perlu (dihentikan), dulu juga berjalan seperti itu tapi intinya yang sah tanggal 22 (Mei) bukan itu, semua itu sama sperti perhitungan cepat saja," ujar JK saat diwawancarai wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (7/5).

Menurut JK, penentuan pemenang hasil Pemilu khususnya Pemilihan Presiden baru ditetapkan pada 22 Mei 2019. JK menjelaskan, penetapan hasil Pemilu didapat dari rekapitulasi berjenjang dari TPS, hingga pusat.

"Tetap saja perhitungan bertingkat itu direkapnya itu yang sah. Semua itu (situng KPU) indikator saja," ujar JK.

Namun demikian, JK menilai jika ada salah dalam situng KPU maka bisa diperbaiki dalam proses perhitungannya.

"Kalau ada salah ya diperbaiki tapi tidak menentukan orang terpilih atau tidak terpilih dari situng itu," ujar JK.

"Saya kira intinya bukan nyetop tapi perbaiki yang keliru supaya tidak menimbulkan dugaan-dugaan," kata Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia tersebut.

Sebelumnya, BPN Prabowo-Sandi pada Kamis (2/5) sudah melaporkan kesalahan entri situng pada Bawaslu. Ketua Direktorat Advokasi dan Hukum BPN Prabowo-Sandiaga Uno, Sufmi Dasco Ahmad, menilai bahwa Situng KPU sudah meresahkan dan situng membuat kepercayaan masyarakat kepada demokrasi kepada pemilu itu menjadi berkurang.

"Sebab, terjadi banyak human error pada situng yang terkadang membuat suara 02 tidak bergerak naik, malah bahkan berkurang,"  ujar Sufmi kepada wartawan di Kantor Bawaslu,  Thamrin, Jakarta Pusat,  Kamis (2/5).

Menurut Sufmi, data situng KPU kerap berbeda dengan penghitungan yang terjadi di lapangan. Kondisi ini dinilai BPN menyebabkan suasana masyarakat tidak kondusif.

"Kami menuntut diadakan perhitungan secara manual dan BPN Prabowo-Sandiaga minta supaya Bawaslu menyatakan terjadinya pelanggaran administratif yang dilakukan KPU, " kata dia.

Laporan BPN pada Kamis juga dilengkapi bukti berupa data kesalahan penghitungan yang terjadi di 34 provinsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement