REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Boeing Co. disebut menyembunyikan informasi soal tak bekerjanya salah satu alat peringatan di kokpit pesawat Boeing 737 MAX 8 selama setahun lebih.
Penjelasan mengenai persoalan tersebut baru dijelaskan kepada kalangan industri dan pejabat negara selepas kecelakaan penerbangan Lion Air JT610 yang menggunakan pesawat jenis itu di Indonesia pada Oktober 2018 lalu.
Dilansir Associated Press pada Senin (6/5), fitur keamanan yang bermasalah itu semacam lampu yang dimaksudkan untuk memperingatkan pilot saat dua sensor pembaca angle of attack (AOA) alias sudut serang pesawat menunjukkan informasi yang tak sesuai.
Para insinyur di Boeing sudah menyadari pada 2017 bahwa sistem peringatan tersebut hanya dapat menyala jika maskapai membeli fitur opsional yang dijual terpisah. Fakta itu disembunyikan Boeing dari regulator penerbangan Amerika Serikat hingga kemudian terjadinya kecelakaan di Indonesia.
Sensor AOA yang termasuk bagian sistem otomatis pencegahan kehilangan daya atau maneuvering characteristics augmentation system (MCAS) diketahui mengalami malfungsi saat penerbangan JT610 mengalami kecelakaan di Indonesia. Demikian juga, ketika lima bulan kemudian kecelakaan yang melibatkan Boeing 737 MAX 8 kembali terjadi di Addis Ababa, Etiopia.
Dalam kedua kecelakaan tersebut, dua sensor pesawat tak berkesuaian dan menyebabkan deteksi keliru bahwa pesawat tengah menanjak dan akan kehilangan daya angkat. Meski telah coba dibenarkan oleh masing-masing pilot, MCAS terus mengarahkan hidung pesawat menukik ke bawah.
Dalam kedua penerbangan itu, pilot tak berhasil mengambil alih kendali pesawat. Total 346 orang meninggal dalam dua kecelakaan tersebut. Meski demikian, sejauh ini belum ada kesimpulan dari otoritas penerbangan AS bahwa keberadaan lampu peringatan bisa mencegah terjadinya kecelakaan Lion Air JT610 maupun ET-320 di Etiopia.
Pernyataan resmi Boeing pada Ahad (5/5), menurut AP, justru memunculkan pertanyaan soal cara Boeing menangani persoalan ini dengan pihak berwenang ataupun maskapai penerbangan. Boeing menyatakan, pesawat 737 MAX laik terbang tanpa sistem peringatan tersebut dan menyatakan bahwa ketaksesuaian pembacaan sudut kemiringan pesawat bukan persoalan besar.
Menurut Boeing, alat penujuk lainnya masih bisa memberi tahu perihal kecepatan pesawat, ketinggian, performa mesin, dan faktor lainnya yang mendukung keselamatan penerbangan.
Juru bicara Administrasi Penerbangan Federal AS (FAA) menyatakan bahwa mereka pertama kalinya diberitahukan oleh Boeing soal lampu peringatan yang tak menyala itu selepas kecelakaan Lion Air di Indonesia. Juru bicara juga menyatakan bahwa indikator kokpit yang tak berfungsi tanpa alat tambahan itu hanya risiko kecil yang berpotensi membahayakan penerbangan.
“Meski begitu, jika Boeing mengomunikasikan persoalan itu lebih cepat dengan maskapai penerbangan bisa jadi megurangi atau menghilangkan faktor kebingungan (pilot),” tulis juru bicara FAA dalam surel kepada AP.
Pihak Boeing juga menyatakan persoalan sistem peringatan yang memerlukan fitur tambahan agar dapat bekerja muncul saat perangkat lunak dipasang di pesawat. Kendati demikian, pihak Boeing menolak memberitahukan nama vendor perangkat lunak tersebut.
Dalam pernyataan tersebut, pihak Boeing menyatakan, karena lampu peringatan tersebut tak memengaruhi keselamatan, perusahan itu memutuskan untuk memutuskan koneksi dari indikator tambahan. Artinya, pada seluruh produksi 737 MAX mendatang, lampu peringatan dijanjikan bisa menyala tanpa harus diimbuhi perangkat tambahan.
Sejak kecelakaan di Etiopia pada Maret lalu, sedikitnya 400 Boeing 737 MAX saat ini masih dikandangkan. Boeing mengupayakan larangan terbang itu bisa dicabut secepatnya setelah ada perbaikan terbaru. “Fitur peringatan tentang AOA akan distandardisasi untuk semua 737 MAX,” kata Chief Executive Boeing, Dennis Muilenburg.