Senin 06 May 2019 11:25 WIB

Jadi Tersangka, Sofyan Basir Penuhi Panggilan KPK

Sofyan datang sekitar pukul 10.00 dan tidak menyampaikan banyak hal.

Sofyan Basyir Saksi Idrus Marham. Dirut PLN Sofyan Basir memasuki ruangan sidang lanjutan kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 Idrus Marham di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (12/2/2019).
Foto: Republika/ Wihdan
Sofyan Basyir Saksi Idrus Marham. Dirut PLN Sofyan Basir memasuki ruangan sidang lanjutan kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 Idrus Marham di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (12/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT PLN non-aktif Sofyan Basir memenuhi panggilan untuk diperiksa sebagai tersangka dalam penyidikan kasus tindak pidana korupsi terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

Sofyan datang sekitar pukul 10.00 WIB dan tidak menyampaikan banyak hal saat masuk ke gedung KPK. Pemeriksaan Sofyan sebagai tersangka dalam perkara ini adalah yang pertama kalinya.

Baca Juga

"Enggak, enggak," kata Sofyan menjawab pertanyaan wartawan apakah ia siap ditahan atau tidak di gedung KPK Jakarta, Senin (6/5).

photo
Dugaan Suap Sofyan Basir.

Selain Sofyan, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan sejumlah saksi lain dalam perkara tersebut yaitu Corporate Secretary PT Pembangkit Jawa Bali Investasi (PJBI) Lusiana Ester, dosen program studi Teknik Pertambangan ITB Syafrizal, office boy PT Samantaka Batubara Erry Yudhamiharja, staf pengamanan PT Samantaka Batubara Fredrik Lanitaman, dua pihak swasta yaitu Jumadi dan Lukman Hakim.

Sofyan Basir diumumkan sebagai tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 pada Selasa (23/4).

Sofyan diduga membantu bekas anggota Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih dan pemilik saham Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo mendapatkan kontrak kerja sama proyek senilai 900 juta dolar AS atau setara Rp12,8 triliun.

Sofyan hadir dalam pertemuan-pertemuan yang dihadiri oleh Eni Maulani Saragih, Johannes Kotjo dan pihak lainnya untuk memasukkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1) PT PLN.

Pada 2016, meskipun belum terbit Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur KetenagalistrikaN, Sofyan diduga telah menunjuk Johannes Kotjo untuk mengerjakan proyek PLTU Riau-1. Pasalnya untuk PLTU di Jawa sudah penuh dan telaj ada kandidat.

Sehingga PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2x300 MW masuk dalam RUPTL PLN. Setelah itu, diduga Sofyan Basir menyuruh salah satu Direktur PT PLN agar Power Purchase Agreement (PPA) antara PLN dengan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co (CHEC) segera direalisasikan.

KPK juga sudah mengirimkan surat permohonan cegah untuk Sofyan sejak 25 April 2019 hingga enam bulan ke depan.

Terkait perkara ini, sudah ada tiga orang yang dijatuhi hukuman yaitu mantan Menteri Sosial yang juga mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham divonis 3 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 2 bulan kurungan.

Eni Maulani Saragih pada 1 Maret 2019 lalu juga telah divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan ditambah kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp5,87 miliar dan 40 ribu dolar Singapura.

Sedangkan Johanes Budisutrisno Kotjo diperberat hukumannya oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menjadi 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan.

Sedangkan pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (BLEM) Samin Tan juga sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga memberikan suap kepada Eni Maulani Saragih sejumlah Rp5 miliar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement