Senin 06 May 2019 07:03 WIB

Kejujuran

Pemilu jujur dan adil memberikan kepuasan berdemokrasi yang tinggi.

Adiwarman Karim
Foto: Republika/Da'an Yahya
Adiwarman Karim

REPUBLIKA.CO.ID, OLEH: ADIWARMAN A KARIM

Ruth Greenwood dari Universitas Sidney, Australia, dalam artikelnya, "When politics corrupts the fairness of elections" mengungkap fenomena ganjil dalam pilpres Amerika Serikat 2008 yang saat itu dilanda demam Obamamania.

Akhir pekan menjelang hari pemilihan di kawasan permukiman Black American di Virginia, banyak tersebar poster menyesatkan yang berbunyi "Pendukung Partai Republik memberikan suara pada hari Selasa, pendukung Partai Demokrat memberikan suara pada hari Rabu".

Miles Parks dalam artikelnya, "NPR/Marist Poll: 40 Percent of Americans think elections aren't fair", memotret rendahnya tingkat kepercayaan publik terhadap pelaksanaan pemilu. Dalam hasil poll yang dilakukan 5-9 September 2018 itu ada tiga temuan yang menarik.

Pertama, 40 persen berpendapat pemilu tidak berlangsung jujur. Kedua, 47 persen berpendapat tidak seluruh suara akan benar-benar dihitung. Ketiga, 60 persen berpendapat tabulasi penghitungan suara tidak benar.

Jessica Fortin-Rittberger, Philipp Harfst, dan Sarah Dinglera, para peneliti dari Universitas Salzburg, Austria, dalam riset mereka "The costs of electoral fraud: establishing the link between electoral integrity, winning an election, and satisfaction with democracy", menyimpulkan tiga hal yang sangat fundamental dalam demokrasi, yaitu tingkat kepuasan rakyat terhadap proses demokrasi.

Pertama, tingginya tingkat kecurangan dalam pemilu akan menimbulkan rendahnya tingkat kepuasan berdemokrasi. Kedua, kemenangan paslon hanya akan bermakna bila pemilu berlangsung jujur.

Ketiga, kemenangan dan kekalahan dalam pemilu yang diwarnai kecurangan tidak akan berdampak apa pun pada tingkat kepuasan berdemokrasi.

Kecurangan dan tindakan yang mengarah pada kecurangan merupakan hal yang akan mengurangi tingkat kepuasan berdemokrasi. Kecurangan berarti pelanggaran atas ketentuan yang ada, sedangkan tindakan mengarah pada kecurangan, meskipun belum melakukan pelanggaran, akan menciptakan ketidakpercayaan sehingga tetap saja mengurangi tingkat kepuasan berdemokrasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement