Ahad 05 May 2019 06:09 WIB

Pemindahan Ibu Kota Tanpa Dana APBN, Mungkinkah?

Ibu kota pindah, Presiden Jokowi memilih tidak memakai dana APBN.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Elba Damhuri
Ilustrasi Pemindahan Ibu Kota Negara
Foto: mgrol101
Ilustrasi Pemindahan Ibu Kota Negara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah meminta masyarakat tak perlu khawatir terkait dana rencana pemindahan ibu kota. Dikatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memiliki rencana sendiri mengenai pemindahan ibu kota dari DKI Jakarta yang diperkirakan menghabiskan dana Rp 400 triliun hingga Rp 500 triliun.

"‎Bapak Presiden mengatakan akan sangat tidak bergantung pada APBN. Jadi, tidak bakal mengganggu alokasi anggaran untuk apa pun. Itu permintaan dan harapan dari Presiden," kata Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Ahmad Erani, di Jakarta, Sabtu (4/5).

Dengan demikian, kata dia, masyarakat tak perlu takut kalau nantinya dana pembangunan infrastruktur akan terganggu. Mulai dari pembangunan jembatan hingga sekolah yang rusak.

Urusan biaya pemindahan ibu kota, tambah dia, akan lebih banyak bersumber dari BUMN dan swasta. "Pemerintah sendiri nanti akan sangat minimal menggunakan dana dari APBN, terbatas sekali. Bahkan, kalau mungkin bisa nol persen dari APBN. Itu dimungkinkan juga Pak Presiden memberikan arahan dan akan dilakukan juga," ujar Erani.

Dia menjelaskan, rencana pemindahan ibu kota bukan rencana dadakan. Kajian pemindahannya bahkan sudah dilakukan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sejak 1,5 tahun lalu. "Presiden memberikan tugas kepada Bappenas untuk melakukan kajian terkait pemindahan ibu kota kurang lebih sudah 1,5 tahun," kata dia.

Karena itu, katanya, Presiden tinggal melibatkan seluruh pihak untuk pelaksanaannya. Parlemen dan publik nantinya akan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terkait pemindahan ibu kota ini.

Erani juga memastikan persoalan spekulan tanah tidak bakal terjadi karena pemerintah sudah melakukan mitigasi.

"Pemerintah pastikan persoalan ini (spekulan tanah) tidak terjadi karena sudah diantisipasi. Hal ini sudah diantisipasi dari awal, sudah dikelola mitigasi oleh Bappenas soal spekulan tanah," ujar dia.

Dia menjelaskan, dalam rencananya hanya pusat pemerintahan dan negara yang pindah. Sedangkan untuk pusat bisnis dan keuangan bakal tetap berada di Jakarta. "Ibu kota baru tidak dirancang sebagai pusat kegiatan ekonomi, hanya sebagai pusat pemerintahan dan negara," kata dia menegaskan.

Erani mengatakan, pembangunan ibu kota baru nantinya akan difokuskan untuk kantor pemerintahan, perumahan aparatur negara, sarana pelayanan sosial dasar, dan sarana pelayanan publik.

"Dalam kajian Bappenas untuk keperluan pemindahan ibu kota yang isinya kantor-kantor, perumahan aparatur pemerintah, sarana pelayanan sosial dasar maupun publik, dan beberapa hal pokok lainnya itu dibutuhkan sekitar 40 ribu hektare," ujar Erani.

Terkait pengembangan sektor ekonomi di daerah sekitar ibu kota baru, sambung dia, akan lebih mengacu kepada pertumbuhan daerah tersebut. Namun, dia tak menampik perpindahan ibu kota ke arah timur Indonesia akan membawa paradigma baru untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia.

"Ini harus dibaca sebagai salah satu upaya untuk memastikan agar proses pemerataan pembangunan dan beban dari Jakarta itu tidak lagi besar. Jadi, fokusnya jangan hanya bergantung pada pemindahan ibu kota," kata Erani.

Selain itu, lanjut dia, di lokasi ibu kota yang baru sudah dibuat zonasi sehingga tidak ada tumpang-tindih antara beban pemerintahan dan bebas bisnis di daerah-daerah sekitarnya. "Harapannya adalah ketika nanti ibu kota berpindah, maka ruang-ruang ekonomi akan terbuka lagi," Erani menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement