Jumat 03 May 2019 11:20 WIB

MUI tak Punya Tanggung Jawab Atas Keputusan Ijtima Ulama III

Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI tidak membahas masalah politik praktis.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Teguh Firmansyah
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zainut Tauhid (kanan)
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zainut Tauhid (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Zainut Tauhid Sa'adi menyampaikan, banyak pihak yang menanyakan kepada MUI soal hubungan antara Ijtima Ulama III dengan MUI.

Dia menegaskan bahwa MUI tidak memiliki keterkaitan dengan Ijtima Ulama III yang diinisiasi oleh beberapa orang, baik secara program maupun kelembagaan.

Baca Juga

"MUI tidak memiliki tanggung jawab langsung maupun tidak langsung terhadap semua proses pelaksanaan maupun hasil keputusan Ijtimak Ulama III," kata KH Zainut kepada Republika.co.id, Jumat (3/5).

Ia menjelaskan, jika ada pengurus MUI yang mengikuti kegiatan tersebut, maka dapat dipastikan kehadirannya tidak mewakili institusi MUI tetapi atas nama pribadi. Sebab MUI memiliki forum Ijtima Ulama yang dikenal dengan Ijtima Ulama Komisi Fatwa yang diselenggarakan setiap tiga tahun sekali.

Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI diikuti oleh pimpinan Komisi Fatwa MUI seluruh Indonesia, pimpinan komisi fatwa dari ormas-ormas Islam tingkat pusat, pimpinan dan pengasuh pondok pesantren, pimpinan lembaga Islam, dan utusan perguruan tinggi agama Islam. Oleh karena itu, keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI memiliki tingkat representasi dan kedudukan yang sangat tinggi.

"Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI membahas dan menetapkan berbagai masalah keagamaan dan kebangsaan," ujarnya.

KH Zainut menerangkan, fatwa atau pendapat keagamaan MUI terdiri dari masalah keagamaan sehari-hari (waqi’iyah), persoalan keagamaan yang bersifat tematis (maudhu’iyah), dan isu perundang-undangan (qanuniyah). Selain itu juga masalah strategis kebangsaan lainnya. Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI tidak membahas masalah politik praktis.

Namun, MUI menghormati perbedaan aspirasi politik umat Islam dan mendorong agar umat menyikapi perbedaan tersebut dengan cara dewasa dan tidak menimbulkan perpecahan. MUI kembali mengingatkan kepada semua pihak bahwa pemilu merupakan agenda nasional yang harus dikawal dan disukseskan bersama.

"Kita harus memastikan bahwa seluruh tahapan pemilu berjalan dengan demokratis, jujur, adil dan sesuai dengan mekanisme peraturan perundang-undangan," jelasnya.

MUI mengimbau kepada semua pihak untuk menaati konsensus nasional yang sudah menjadi kesepakatan bersama.

KH Zainut mengimbau semua pihak menyerahkan penyelesaian sengketa dan pelanggaran pemilu kepada lembaga negara yang diberikan kewenangan oleh undang-undang. Dengan begitu, mekanisme pergantian kepemimpinan nasional lima tahunan berjalan dengan tertib, lancar, aman dan tidak menimbulkan gejolak yang dapat mengganggu keamanan dan keselamatan bangsa dan negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement