Kamis 02 May 2019 17:08 WIB

Diperiksa KPK Lima Jam, Ini Kata Bos Pertamina

Nicke mengaku dicecar pertanyaan yang sama seperti pemeriksaan sebelumnya.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Teguh Firmansyah
Pemeriksaan Nicke Widyawati. Dirut Pertamina Nicke Widyawati usai menjaani pemerisaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),Jakarta,  Kamis (2/5/2019).
Foto: Republika/ Wihdan
Pemeriksaan Nicke Widyawati. Dirut Pertamina Nicke Widyawati usai menjaani pemerisaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),Jakarta, Kamis (2/5/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Pertamina, Nicke Widyawati diperiksa sekitar lima jam oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi. Ia mengaku dicecar pertanyaan yang sama seperti pemeriksaan sebelumnya.

"Tadi saya ditanya kurang lebih sama dengan yang ditanyakan sebelumnya, sebagai mantan direktur di PLN itu saja," ujar Nicke di Gedung KPK Jakarta , Kamis (2/5).

Baca Juga

Pemeriksaan ini adalah penjadwalan ulang dari pemanggilan sebelumnya pada Senin (29/4) lalu. Saat itu, Nicke tak bisa hadir lantaran sakit.

Nicke diperiksa sebagai saksi untuk tersangka kasus suap proyek PLTU Riau-1, Dirut nonaktif PT PLN Sofyan Basir.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menuturkan, pemeriksaan terhadap Nicke dalam kapasitasnya sebagai mantan pejabat PT PLN. Diketahui, sebelum menjabat Dirut Pertamina, Nicke pernah mengemban sejumlah posisi strategis di PT PLN, seperti direktur Niaga dan Managemen Resiko, direktur Perencanaan Korporat dan direktur Pengadaan Strategis 1.  "Nicke diperiksa terkait kapasitasnya sebagai pejabat di PLN," ucap Febri.

Nama Nicke juga muncul dalam persidangan perkara kasus ini dengan terdakwa mantan wakil ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Golkar Eni Maulani Saragih, mantan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes B. Kotjo.

Bahkan dalam putusan terhadap Johannes Kotjo, Nicke yang saat itu menjabat Direktur Perencanaan PT PLN diketahui pernah menghadiri pertemuan pertama membahas proyek PLTU Riau-1 di Hotel Fairmont Jakarta.

Pertemuan itu turut dihadiri oleh Eni, Sofyan, Kotjo dan Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN, Supangkat Iwan Santoso. Selain itu, Nicke bersama Supangkat juga pernah dipanggil ke ruangan Sofyan Basir dan diperkenalkan dengan perwakilan China Huadian Engineering Company (CHEC).

Sementara saksi lainnya, Bupati Temanggung Muhammad Al Khadziq pun mengaku dicecar pertanyaan yang sama seperti pemeriksaan untuk tersangka lainnya. "Jadi karena ada tersangka baru (Sofyan Basir) jadi kita diperiksa lagi, di BAP lagi," kata suami dari mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih tersebut.

Sama seperti Nicke dan Khadziq, CEO Blackgold Natural Resources Rickard Philip Cecil juga menjawab singkat usai  menyelesaikan pemeriksaan di KPK."Very quick (sangat cepat)," kata Rickard singkat seusai diperiksa.

Berbeda dengan Nicke, Khadziq dan Rickard yang irit bicara, putra mantan ketua DPR Setya Novanto, Rheza Herwindo tidak mengucapkan sepatah kata pun seusai menjalani pemeriksaan. Rheza diperiksa sekitar 3 jam dan dicecar terkait posisinya sebagai  Komisaris PT Skydweller Indonesia Mandiri .

Dalam persidangan untuk terdakwa pemilik saham Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo terungkap bahwa ayah Rheza, Setya Novanto pernah meminta proyek PLN di wilayah Jawa 3, namun hal itu tidak dipenuhi oleh Dirut PLN Sofyan Basir.

Dalam kasus ini, Sofyan diduga menerima janji dengan mendapatkan bagian yang sama besar dari  jatah Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih dan Mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham.

Bukti-bukti keterlibatan Sofyan dalam kasus ini dikumpulkan penyidik dari proses penyidikan hingga persidangan tiga tersangka sebelumnya yakni Eni, Idrus dan bos Blackgold Natural Recourses Limited Johannes Budisutrisno Kotjo.

Sofyan diduga bersama-sama atau membantu Eni Maulani Saragih selaku Anggota DPR-Rl dan kawan-kawan menerima hadiah atau janji dari Johannes Budisutrisno Kotjo terkait kesepakatan kontrak kerja sama Pembangunan PLTU Riau-1.

Sofyan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagalmana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Penetapan tersangka Sofyan merupakan pengembangan dari penyidikan tiga tersangka sebelumnya yakni Eni, Johannes dan Idrus Marham. Ketiganya telah divonis, Eni dihukum enam tahun penjara, Kotjo 4,5 tahun pidana penjara dan Idrus Marham 3 tahun pidana penjara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement