Selasa 30 Apr 2019 10:24 WIB

Ibu Kota Baru untuk Semua

Pemindahan ibu kota negara dari DKI Jakarta terus dimantapkan

Ibu Kota Baru: Sejumlah pengunjung saat berlibur di Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Rabu (3/4). Presiden Jokowi memutuskan untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ibu Kota Baru: Sejumlah pengunjung saat berlibur di Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Rabu (3/4). Presiden Jokowi memutuskan untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, Pemindahan ibu kota negara dari DKI Jakarta terus dimantapkan. Kemarin, Presiden Joko Widodo bersama Wapres Jusuf Kalla mengadakan rapat terbatas tentang tindak lanjut pemindahan ibu kota. Dari rapat ini ditegaskan, Ibu Kota Indonesia memang layak dipindahkan, proyek pemindahan berjalan bertahap, dan kesiapan anggaran pemindahan.

Kita memaklumi rencana pemindahan ibu kota ini. Ini bukan rencana baru. Ini rencana sudah amat lama. Tercatat, Presiden Sukarno sudah membahas rencana ini. Bahkan, Bung Karno sudah mematok satu kota ketika itu, yakni Palangkaraya di Kalimantan Tengah sebagai opsi ibu kota yang baru.

Pemindahan ibu kota juga sempat dibahas pada era Presiden Soeharto. Ketika itu opsi pemindahan bukan ke luar Jawa, melainkan menggesernya ke luar Kota Jakarta. Nama daerah Jonggol di Jawa Barat mencuat, ingin menggantikan Jakarta. Namun, krisis ekonomi dan pergantian rezim menenggelamkan ide ini. Sementara tanah di Jonggol sudah kadung diramal bakal amat potensial.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga sempat membahas opsi pemindahan ibu kota ini. Namun, tidak ada kelanjutannya. Meninjau rencana-rencana ini, Presiden Jokowi mengatakan, gagasan pemindahan ibu kota timbul tenggelam karena tidak pernah tegas diputuskan dan dijalankan secara terencana dan matang.

Mengapa harus dipindahkan? Kita semua tahu Jakarta sudah terlalu penuh oleh beragam aktivitas. Jakarta adalah pusat pemerintahan sekaligus pusat bisnis di Indonesia. Di Jakarta, keputusan pemerintahan dibuat, roda ekonomi nasional dijalankan. Sebagian besar uang berputar di Jakarta, baru ke daerah.

Negara ini sudah begitu lama memusatkan Jawa. Merujuk pada Badan Pusat Statistik (BPS), kue ekonomi Indonesia 56 persen dikuasai oleh Jawa. Sisanya dibagi ke Pulau Sulawesi, Sumatra, Kalimantan, Papua, dan lainnya. Memindahkan Ibu Kota sedikit banyak akan merevisi porsi kue ekonomi tersebut ke luar Jawa.

Kemudian, secara lingkungan, daya tahan lingkungan Jakarta sudah mentok dan cenderung berbahaya. Saban hujan deras pasti banjir. Masalah turun tanah menjadi ancaman yang sangat nyata. Dan jangan lupakan kemacetan yang membuat rugi uang dan efektivitas kerja merugi. Berdasarkan kajian Bappenas, kerugian akibat kemacetan sekarang sudah mencapai Rp 100 triliun di Jakarta saja!

Dari alasan ekonomi dan lingkungan, sejatinya memindahkan ibu kota memang layak didukung. Terutama soal argumen pertumbuhan ekonomi. Yang juga penting adalah pemerataan ekonomi. Perpindahan ibu kota, kita harapkan bisa menggerus rasio ketimpangan ekonomi yang masih lebar di negara ini.

Rakyat di Papua, Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, dan pulau lainnya harus diberikan kesempatan yang sama untuk maju dan mencicipi buah pembangunan. Setelah begitu lama mereka hanya bisa melihat Jawa terang benderang, makmur, dan infrastrukturnya lengkap.

Namun, di balik rencana ini, kita juga tahu bahwa era pemerintahan Presiden Jokowi-JK adalah eranya proyek-proyek besar. Begitu banyak proyek infrastruktur besar yang dibangun. Mulai dari jalan, pelabuhan, bandara, irigasi, bendungan, danau, waduk, rel kereta, kereta cepat, jalan tol lintas pulau, dan lainnya.

Proyek ini berjalan secara bersamaan, simultan, dan secara perlahan-lahan menggerogoti APBN dan BUMN. Efeknya, pemerintah harus menambah utang kepada swasta dan asing. Disebut pula, pembangunan infrastruktur pada era Jokowi yang terasa begitu tergopoh-gopoh, hanya akan terasa cepat menguntungkan bagi kelompok menengah. Efek ekonominya bagi kalangan menengah ke bawah baru akan terjadi antara tiga hingga lima tahun lagi.

Pesannya jelas dan jernih. Kita tidak ingin proyek monumental bernama pemindahan ibu kota ini bernasib sama dengan beberapa proyek infrastruktur besar lainnya. Kita tidak ingin proyek pemindahan ibu kota justru menjadi beban baru bagi rakyat pembayar pajak, bukannya membuka peluang investasi yang baru.

Artinya apa? Kita ingin proyek pemindahan ibu kota ini dirancang dan dieksekusi sebaik-baiknya. Tahapan pembangunannya jelas. Kebutuhan anggarannya detail dan perinci. Selayaknya sebuah proyek besar. Mahakarya pembangunan anak bangsa yang bisa menjadi kebanggaan seluruh rakyat Indonesia. Bukan sekadar penduduk Jawa.

(TAJUK Republika Koran hari ini)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement