Senin 29 Apr 2019 08:59 WIB

KPK Panggil Bos Pertamina Sebagai Saksi Kasus Sofyan Basir

KPK juga akan memanggil tiga saksi lainnya terkait kasus suap Sofyan Basir.

RDP Komisi VII-Pertamina. Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati bersiap mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/3/2019).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
RDP Komisi VII-Pertamina. Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati bersiap mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin akan memanggil mantan pejabat PT PLN yang  sekarang menjabat sebagai Dirut PT Pertamina Nicke Widyawati sebagai saksi untuk tersangka Dirut PT PLN nonaktif SFB.

Nicke diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus tindak pidana korupsi terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1. "Yang bersangkutan dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SFB (Sofyan Basir)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.

Baca Juga

Selain Nicke, KPK pada Senin juga memanggil tiga saksi lainnya untuk tersangka SFB, yaitu Direktur Perencanaan Korporat PT PLN Syofvi Felienty Roekman, Senior Vice President Legal Corporate PT PLN Dedeng Hidayat, dan Direktur Bisnis Regional Maluku dan Papua PT PLN Ahmad Rofik.

Nicke pernah menjabat beberapa posisi di PT PLN yakni Direktur Niaga dan Manajemen Risiko PT PLN, Direktur Perencanaan Korporat PT PLN, dan Direktur Pengadaan Strategis 1 PT PLN.

Untuk diketahui, Nicke pernah diperiksa KPK pada 17 September 2018 juga dalam kasus yang sama untuk dua tersangka saat itu yakni mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar EMS dan mantan Menteri Sosial dan Sekjen Partai Golkar IM (Idrus Marham).

KPK saat itu mengonfirmasi Nicke terkait pertemuannya dengan tersangka EMS juga pengetahuannya soal perencanaan proyek pembangunan PLTU Riau-1 sehubungan dengan kapasitas saksi saat itu sebagai Direktur Perencanaan PT PLN.

Untuk diketahui, KPK pada Selasa (23/4) telah menetapkan SFB sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Johannes Budisutrisno Kotjo.

Dalam kronologi kasus tersebut, Johannes Kotjo mencari bantuan agar diberikan jalan untuk berkoordinasi dengan PT PLN untuk mendapatkan proyek "Independent Power Producer" (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).

Diduga, telah terjadi beberapa kali pertemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak, yaitu SFB, EMS, dan Johannes Kotjo membahas proyek PLTU.

Pada 2016 pertemuan berlangsung meski Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK) belum terbit. 

Dalam pertemuan itu diduga SFB telah menunjuk Johannes Kotjo untuk mengerjakan proyek di Riau (PLTU Riau-1) karena untuk PLTU di Jawa sudah penuh dan sudah ada kandidat.

Kemudian, PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2x300 MW masuk dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN. Johannes Kotjo meminta anak buahnya untuk siap-siap karena sudah dipastikan Riau-1 milik PT Samantaka.

Setelah itu, diduga SFB menyuruh salah satu Direktur PT PLN agar "Power Purchase Agreement" (PPA) antara PLN dengan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co (CHEC) segera direalisasikan.

Sampai dengan Juni 2018, diduga terjadi sejumlah pertemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak, yaitu SFB, EMS dan Johannes Kotjo serta pihak lain di sejumlah tempat seperti hotel, restoran, kantor PLN, dan rumah SFB.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement