Jumat 26 Apr 2019 16:37 WIB

Sofyan Basir Dicegah ke Luar Negeri, Ini Penjelasan KPK

KPK telah mengirimkan surat ke Ditjen Imigrasi Kemenkumham.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Teguh Firmansyah
Sofyan Basyir Saksi Idrus Marham. Dirut PLN Sofyan Basir memasuki ruangan sidang lanjutan kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 Idrus Marham di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (12/2/2019).
Foto: Republika/ Wihdan
Sofyan Basyir Saksi Idrus Marham. Dirut PLN Sofyan Basir memasuki ruangan sidang lanjutan kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 Idrus Marham di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (12/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengirim surat kepada Ditjen Imigrasi Kemenkumham untuk melakukan pencegahan terhadap Direktur Utama PT PLN (Persero) nonaktif, Sofyan Basir (SFB), ke luar negeri. Pelarangan ke luar negeri itu dilakukan selama enam bulan ke depan.

"KPK telah mengirimkan surat pada Imigrasi Kemenkumham tentang pelarangan seseorang ke luar negeri, yaitu terhadap Sofyan Basir," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, saat dikonfirmasi, Jumat (26/4).

Baca Juga

Febri menjelaskan, pelarangan ke luar negeri itu dilakukan selama enam bulan ke depan terhitung sejak 25 April 2019. Pelarangan ini dilakukan sebagai kebutuhan penyidikan dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama Pembangunan PLTU Riau-I.

"Terkait dengan jadwal pemanggilan SFB sebagai tersangka, akan dilakukan sesuai kebutuhan penyidikan. Untuk pemeriksaan saksi, sampai hari ini telah dijadwalkan pemeriksaan terhadap 10 orang saksi," jelasnya.

KPK, Selasa pekan ini, telah menetapkan Sofyan sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Johannes Budisutrisno Kotjo.

Dalam kronologi kasus tersebut, Johannes Kotjo mencari bantuan agar diberikan jalan untuk berkoordinasi dangan PT PLN untuk mendapatkan proyek "Independent Power Producer" (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).

Diduga, telah terjadi beberapa kali penemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak. Yaitu Sofyan Basir, Eni Maulani Saragih dan Johannes Kotjo membahas proyek PLTU.

Pada 2016, dalam pertemuan tersebut diduga Sofyan telah menunjuk Johannes Kotjo untuk mengerjakan proyek di Riau (PLTU Riau-1) karena untuk PLTU di Jawa sudah penuh dan sudah ada kandidat.

Padahal, Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK) belum terbit. 

Kemudian, PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2x300 MW masuk dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN. Johannes Kotjo meminta anak buahnya untuk siap-siap karena sudah dipastikan Riau-1 milik PT Samantaka.

Setelah itu, diduga Sofyan Basir menyuruh salah satu Direktur PT PLN agar "Power Purchase Agreement" (PPA) antara PLN dengan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co (CHEC) segera direalisasikan.

Sampai dengan Juni 2018, diduga terjadi sejumlah pertemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak, yaitu Sofyan, Eni Maulani Saragih, dan Johannes Kotjo serta pihak lain di sejumlah tempat seperti hotel, restoran, kantor PLN, dan rumah Sofyan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement