REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan, kecurangan secara terstruktur oleh KPU saat entry data hasil pemilu tidak mungkin dilakukan secara terstruktur. Pasalnya, kekeliruan dalam entry data tersebut tidak masif.
Mahfud dan sejumlah tokoh mengunjungi Kantor KPU pada Rabu (24/4) sore. Kedatangannya untuk melakukan pengecekan terhadap sistem entry data hasil pemilu.
Menurut dia, hingga pukul 17.15 WIB, jumlah TPS yang sudah entry daya mencapai 241.366 TPS. Kemudian, kesalahan entry data terjadi sebanyak 101 kali sejak pertama kali hingga saat ini. Dari 101 peristiwa itu, 24 kejadian di antaranya merupakan laporan dari masyarakat. Sementara itu, selebihnya adalah temuan KPU sendiri.
"Temuan itu dikoreksi sendiri karena ditemukan sendiri, yang mana masyarakat tidak tahu kebenarannya. Dari situ, maka kekeliruan itu berarti hanya ada 0,0004 persen. Berarti ada 1:2.500 TPS. Maka menjadi tak mungkin kalau mau ada rekayasa terstruktur. Kalau terstruktur mestinya berpersen-persen," ujar Mahfud kepada wartawan di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu malam.
Dia pun menegaskan tidak mungkin ada salah entry data ke dalam Situng KPU yang disengaja. Dia pun mengungkapkan kesalahan entry data itu bukan hanya menyasar satu paslon capres-cawapres saja. ''Bukan hanya terjadi memenangkan satu paslon. Dua paslon sama-sama mendapat keuntungan dan kerugian dari beberapa kesalahan entry itu, jadi tak mungkin itu terstruktur," ujarnya.
Kemudian, Mahfud juga mengungkapkan server KPU ada di dalam negeri. Seluruh orang yang mengoperasikan TI itu pun merupakan orang Indonesia asli.
"Orangnya juga Indonesia semua, tidak ada yang bule satu asingnya. Karena itu, masyarakat harus tenang, jangan sampai pemilu ini dirusak hoaks," ujarnya.
Namun, jika masih ada pihak-pihak yang tidak percaya akan kinerja KPU, masih ada forum hukum. Menurut Mahfud, ada dua forum hukum yang bisa diikuti.
Pertama, hukum dalam arti penerapan peraturan yang dibuktikan KPU pada 22 Mei saat penetapan hasil pemilu nasional. Mahfud mengatakan, semua pihak diperbolehkan untuk memaparkan data.
"Kalau masih tak percaya, forum hukum dalam arti sengketa masih ada di Mahkamah Konstitusi (MK). Jadi semua masyarakat supaya tenang, dan tentu harus mengawasi. Kita tak anggap kesalahan itu harus dibenarkan, tetapi harus dipahami dan itu bisa diselesaikan dalam adu data pada 22 Mei nanti. Jadi, jangan bertindak sendiri-sendiri dan terus menyebarkan hoaks seakan-akan ada rekayasa," ujar Mahfud.