REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Kelompok radikal ISIS mengklaim diri sebagai otak di balik teror bom bunuh diri yang menargetkan tiga gereja dan empat hotel di Sri Lanka pada Ahad (21/4). Klaim itu dibuat ISIS melalui media propaganda mereka, Amaq.
Seperti dilaporkan the New York Times, Amaq merilis sebuah buletin pada Selasa (23/4). Buletin itu menyatakan serangan bom yang sangat terkoordinasi di Sri Lanka dilakukan oleh ISIS.
Pernyataan yang disebarluaskan ke grup obrolan ISIS di Telegram juga menyatakan, Sri Lanka jadi target pengeboman karena menjadi negara yang berkoalisi memerangi ISIS.
Meski begitu, tidak ada pernyataan yang jelas apakah mereka memiliki hubungan langsung dengan para pelaku bom bunuh diri atau tidak. Sementara, menurut laporan the Guardian, ISIS tidak mencantumkan bukti apa pun untuk memperkuat klaim mereka.
Organisasi polisi internasional, Interpol, akan turun tangan membantu Sri Lanka melakukan penyelidikan. Kehadiran Interpol diharapkan dapat membongkar dan memastikan jaringan internasional yang mendalangi aksi terorisme pada hari Paskah tersebut.
Seperti dilaporkan Bloomberg, Selasa (23/4), Interpol segera mengutus tim ke Sri Lanka. Tim tersebut beranggotakan spesialis dalam pemeriksaan tempat kejadian perkara, bahan peledak, antiterorisme, serta identifikasi dan analisis korban.
Interpol mengerahkan tim setelah Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena mengumumkan membutuhkan bantuan internasional untuk menyelidiki teror bom di negaranya.
“Badan-badan intelijen melaporkan ada organisasi internasional di balik aksi-aksi teroris lokal ini. Karena itu, telah diputuskan untuk mencari bantuan internasional untuk penyelidikan,” kata Sirisena.
Pemerintah Sri Lanka menduga aksi pengeboman dilakukan kelompok radikal National Thoweed Jamaat (NTJ). Sejauh ini kepolisian Sri Lanka telah menangkap lebih dari 40 orang yang diduga terlibat dalam aksi pengeboman.
Juru Bicara Pemerintah Sri Lanka yang juga menjabat sebagai menteri kesehatan, Rajitha Senaratne, mengatakan, orang-orang yang ditangkap adalah mereka yang nama atau identitasnya disebutkan dalam laporan intelijen.
Sepuluh hari sebelum terjadinya teror, Pemerintah Sri Lanka mendapat peringatan intelijen terkait potensi serangan terhadap gereja-gereja Katolik dan Komisi Tinggi India. Namun, peringatan tersebut diabaikan.
“Beberapa orang yang disebutkan dalam laporan itu meninggal dalam serangan. Kami sedang menyelidiki keterlibatan jaringan internasional yang membantu mereka," kata Senaratne, kemarin.
Bantuan penyelidikan juga datang dari Amerika Serikat (AS). Presiden AS Donald Trump dilaporkan menelepon Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe pada Senin (22/4). Dia menjanjikan dukungan AS untuk membawa para pelaku ke pengadilan.
Washington Post mengutip seorang pejabat penegak hukum bahwa agen-agen Biro Investigasi Federal (FBI) telah dikirim ke Sri Lanka untuk membantu penyelidikan.
FBI turut menawarkan bantuan ahli laboratorium untuk menguji bukti dan analisis dalam mencari data yang dapat dijadikan informasi dalam serangan bom tersebut. Tak hanya itu, para ahli antiterorisme dari Inggris bahkan dijadwalkan segera tiba di Sri Lanka. Sumber-sumber intelijen AS menyebut, serangan bom di Sri Lanka memiliki ciri khas kelompok militan ISIS.
Pemerintah Sri Lanka telah memberlakukan situasi darurat untuk mempercepat penyelidikan. Dengan diberlakukannya kondisi darurat tersebut, kepolisian memiliki kekuasaan luas untuk menahan serta menginterogasi tersangka tanpa perintah pengadilan.
Berdasarkan hasil investigasi, tiga sumber pemerintah dan militer Sri Lanka mengatakan kepada Reuters bahwa rangkaian serangan bom tersebut mengarah ke Suriah. Polisi Sri Lanka pun telah menahan seorang warga Suriah yang diduga terlibat dalam aksi pengeboman.
"Dia ditangkap setelah interogasi terhadap tersangka dari warga lokal," ujar sumber tersebut, Selasa (23/4).