Ahad 21 Apr 2019 11:34 WIB

PDIP: Jokowi-Ma'ruf 56,74 Persen, Prabowo Sandi 43,26 Persen

Hasto menyebut perhitungan PDIP didasari rekapitulasi berjenjang dokumen C1.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Teguh Firmansyah
Sekertaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto.
Foto: republika/Dian Fath Risalah
Sekertaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto mengklaim kemenangan Jokowi-KH Ma'ruf Amin dengan perolehan suara 56,74 persen. Hal itu didasari dari rekapitulasi secara berjenjang dokumen C1 yang dilakukan Tim Kampanye Nasional (TKN) 01 dan Badan Saksi Pemilu Nasional PDI Perjuangan.

"Dengan total data C1 yang masuk sebanyak 119.141, dan dengan basis itu, dibobot berdasarkan proporsi pemilihnya maka hasil akhirnya, Jokowi-Amin 56,74 persen dan Prabowo - Sandi 43,26 persen. Demikian halnya PDI Perjuangan, hasil sementara berkisar dari 21,3 persen sampai 22,8 persen di tingkat nasional," katanya dalam keterangan resmi, Ahad (21/4).

Baca Juga

Hasto menyatakan, gambaran perolehan suara melalui exit poll, quick count, maupun real count secara konsisten menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Menurutnya, hal ini menegaskan bahwa hitung cepat menjadi instrumen kontrol perolehan hasil akhir.

"Saat ini masih ada upaya untuk melakukan delegitimasi terhadap penyelenggara pemilu," ujar sekertaris TKN Jokowi-Ma'ruf itu.

Ia menyayangkan kubu Prabowo yang mengutarakan klaim tanpa disertai data akurat. Ia merasa partainya lebih jujur karena berani membuka mekanisme internal perhitungan suara.

"Para elite politik sebaiknya ikut menjaga suasana kondusif. Klaim terhadap hasil perolehan suara boleh saja, namun harus disertai data, dan keberanian untuk menampilkan dapur pusat perhitungannya," ucapnya.

Ia meminta kubu Prabowo agar membuka pada publik soal mekanisme perhitungannya. Tujuannya supaya tak terjadi kegaduhan di masyarakat dengan saling klaim kemenangan.

"PDI Perjuangan sudah menunjukkan di depan pers bagaimana sistem penghitungan suara, kamar hitung, dan infrastruktur sistem penghitungan sebagai bagian dari transparansi dan akuntabilitas publik. BPN dan Partai Gerindra hingga saat ini belum menunjukkan hal itu," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement