REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA tidak ambil pusing dengan langkah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Capres-Cawapres Nomor Urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno yang melaporkan mereka dan lima lembaga survei lainnya ke KPU RI. LSI bersama Indo Barometer, Charta Politika, SMRC, Poltracking dan Voxpol dilaporkan Tim BPN ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI pada Kamis (18/4) karena dianggap melakukan penghitungan cepat Pemilu 2019 yang berbeda dengan fakta di lapangan.
"Penghitungan cepat ini kan merupakan karya ilmiah, dengan metode yang terukur. Tentu ini tidak akan menyenangkan semua pihak," kata peneliti LSI, Rully Akbar saat ditemui di Graha Dua Garuda, Jakarta, Kamis.
Rully mengingatkan bahwa pada Pilpres 2014, hasil hitung cepat yang dilakukan LSI tidak berbeda jauh dengan hasil perhitungan nyata KPU. Selanjutnya, Rully mengatakan bahwa semestinya laporan semacam itu baru diajukan BPN setelah KPU selesai melakukan perhitungan nyata. Dari sana, baru dapat diketahui apakah lembaga-lembaga survei melakukan kesalahan atau tidak.
"Lembaga-lembaga survei memiliki metode ilmiah yang spesifik dan akurat untuk menghitung sampel data. Maka, hasil-hasil penghitungan cepat kami biasanya tidak berbeda jauh dengan hasil perhitungan akhir," katanya.
Selain melaporkan enam lembaga survei itu kepada KPU, Tim BPN juga akan membawa kasus ini kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). BPN juga akan melaporkan sejumlah stasiun televisi nasional kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).