REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kabar ada dua calon legislatif DI Yogyakarta yang terkena OTT politik uang memang sudah tersebar luas. Namun, Bawaslu DIY menyerahkan kasus itu kepada Polda DIY.
Koordinator Divisi Penindakan Pelanggaran Bawaslu DIY, Sri Rahayu Werdiningsih mengatakan, OTT itu bukan Bawasu yang melakukan. Justru, dilakukan oleh Polda DIY.
"OTT kemarin itu yang melaksanakan itu patroli dari Polda, kemudian menemukan adanya mobil yang dicurigai membawa sejumlah uang untuk keperluan money politic," kata Siti, Rabu (17/4).
Ia menuturkan, barang bukti ada di Bawaslu DIY atas hasil rembukan Polda dan Kejaksaan Tinggi pada Selasa malam. Tapi, ia berharap, Polda bisa secepatnya membawa barang bukti tersebut.
Siti menekankan, itu merupakan OTT Polisi dan Bawaslu tidak memiliki wewenang mengelola barang bukti. Soal pelapor, cuma ada tiga yang diizinkan regulasi WNI pemilik hak pilih, pemantau dan peserta pemilu.
Artinya, Polisi tidak dapat pula berkedudukan sebagai pelapor. Pun, lanjut Siti, Bawaslu lantaran itu bukan temuan mereka dan tidak bisa diklaim sebagai temuan mereka.
Namun, setelah ada barang yang dibawa Polisi dan ada pembawanya, Bawaslu turut melakukan penelusuran. Termasuk, klarifikasi kepada pihak-pihak yang membawa barang bukti tersebut.
"Secara detail saya belum bisa menyampaikan, kalau hemat kami yang punya kewenangan memberi pernyataan dari pihak Kepolisian," ujar Siti menjelaskan OTT yang terjadi di Kabupaten Sleman.
Untuk OTT yang terjadi di Kota Yogyakarta, ia mengaku baru mendapat laporan secara lisan. Ada masyarakat yang disebut melihat dugaan pembagian uang, lalu mengabari Bawasu Kota Yogyakarta.
Setelah itu, Bawaslu menuju TKP dan malam itu langsung dilakukan klarifikasi untuk memperjelas persoalan. Sayangnya, hingga Rabu pagi belum ditetapkan sebagai temuan karena belum ada dua alat bukti.
"Sehingga, masih dalam proses penelurusan, tentu kami tidak bisa menceritakan lebih detail terkait proses itu," kata Siti.
Hingga kini, untuk dugaan OTT di Kabupaten Sleman belum dilakukan penahanan terhadap pelaku. Apalagi, dugaan OTT di Kota Yogyakarta yang barang buktinya saja belum jadi temuan.
Keterangan Bawaslu, ditambah keterangan Kapolda DIY, Irjen Pol Ahmad Dofiri, beberapa jam sebelumnya, justru memicu keprihatinan. Sebab, bisa dibilang mereka saling lempar kewajiban.
Walau betul dalam menentukan satu kasus perlu waktu proses, tapi keduanya memberikan kesan yang kurang menenangkan. Yaitu, sama-sama tidak ingin mengambil tanggung jawab.
Tapi, diharapkan kesan itu salah dan masyarakat tidak bosan melaporkan dugaan-dugaan politik uang. Jangan sampai, sikap-sikap serupa melahirkan keraguan masyarakat dalam melaporkan pelanggaran-pelanggaran.