Rabu 17 Apr 2019 20:40 WIB

Saran KPI untuk Lembaga Penyiaran Terkait Quick Count

KPI meminta lembaga penyiaran menyebutkan jika quick count bukan hasil resmi.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Bayu Hermawan
Komisioner KPI Hardly Stefano (kiri)
Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Komisioner KPI Hardly Stefano (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) meminta media dan lembaga penyiaran yang mempublikasikan hasil hitung cepat (quick count) pilpres 2019 lembaga survei tidak lupa menyebutkan bahwa hasil itu bukanlah hasil resmi. Selain itu, lembaga penyiaran juga diminta menyajikan pemberitaan yang menyejukkan.

"Lembaga penyiaran bisa terus-menerus menyebutkan bahwa hitung cepat bukanlah hasil resmi. Masyarakat bisa bersabar sampai keluar hasil perhitungan resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU)," ujar Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran Hardly Stefano Pariela saat memantau siaran pemilu 2019 di televisi dan radio, dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Rabu (17/4).

Baca Juga

KPI berharap lembaga penyiaran ikut mengawal proses penghitungan suara dengan tidak menyiarkan klaim kemenangan secara berlebihan dari pihak-pihak tertentu. "Mari kita hormati proses dan tahapan pemilu yang masih berlangsung ini," katanya.

Selain itu, pihaknya berharap lembaga penyiaran yang merupakan kontrol sosial supaya tetap meliput seluruh proses penghitungan suara pemilu yang dihitung secara berjenjang dimulai dari tingkat tempat pemungutan suara (TPS), sampai penghitungan tingkat nasional.

 

"Sehingga masyarakat mendapatkan informasi kepemiluan yang valid dan akurat dari penyelenggaraan pemilu," ujarnya.

KPI juga berharap, lembaga penyiaran menyajikan pemberitaan yang menyejukkan dan mampu merekatkan kembali ikatan sosial di masyarakat yang sempat renggang. "KPI berharap melalui penyiaran, televisi dan radio dapat menghadirkan konten siaran yang mampu membangun persaudaraan, serta memulihkan masyarakat dari perseteruan," katanya.

Dengan demikian, ia menambahkan, momentum demokrasi yang dialami Indonesia setiap lima tahun tersebut dapat berlangsung tanpa ada gesekan sosial yang berarti.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement