REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Permasalahan pembebasan lahan terkait pembangunan jalur dwiganda atau double double track (DDT) lintas Jatinegara sampai Cakung di Pisangan Baru Tengah II, Kelurahan Pisangan Baru, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur, belum terselesaikan. Sebab, warga yang akan digusur belum menerima uang pembebasan lahan.
Berdasarkan pantauan Republika, sebagian lahan yang berada di pinggir rel kereta api arah Stasiun Pondok Jati sudah dikeruk. Tapi, lahan lainnya masih belum dibebaskan. Masih banyak pohon pisang, gubuk, dan para pemulung yang sedang bekerja memilah hasil botol plastik yang didapatkannya.
VP Corporate Communication PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) Anne Purba mengatakan, semua pembangunan dan pembebasan lahan DDT Jatinegara-Cakung yang berwenang merupakan Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
"Kami hanya operator. Bisa langsung tanya ke Kemenhub. Kalau layanan kereta rel listrik (KRL) baru ke kami," kata Anne kepada Republika, Rabu (17/4).
Sementara, Balai Teknik Perkeretaapian Kelas 1 Wilayah Jakarta dan Banten (BTPWJB) Jumardi mengatakan, tidak mengetahui sama sekali tentang pembebasan lahan di Pisangan Baru Tengah II. "Saya tidak tahu, belum ada arahan juga terkait hal itu," kata Jumardi.
Pengamat perkotaan dan transportasi, Dr Yayat Supriatna, mengatakan, pembebasan lahan yang belum selesai di Pisangan Baru Tengah II bisa jadi karena sengketa tanah. Sebab, pemilik tanah biasanya menjual tanahnya dengan harga tinggi.
“Nah, pemilik tanah merasa dong itu tanah milik dia. Dia tidak memikirkan tanah itu untuk fungsi sosial. Yang dia pikirkan hanya ganti uang pembebasan lahan selayaknya yang dia mau,” kata Yayat.
Namun, jika sudah ada perencanaan dan pembangunan infrastruktur pasti sudah ditetapkan nilai tanah di daerah tersebut. Tetapi, harga yang ditawarkan tidak cocok dengan warga. “Apalagi, kalau bukan tanah sendiri, melainkan tanah warisan. Pasti lama itu, harus dijual secara kesepakatan bersama,” ujar dia.
Maka dari itu, kata dia, kalau sudah direncanakan ada pembangunan infrastruktur, dikaji terlebih dahulu. Menelusuri pemilikan tanah dengan bekerja sama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Kemudian, dengan mengetahui kepemilikan tanah pembangunan infrastruktur pun bisa cepat diselesaikan. Tidak terhambat dengan proses hukum sengketa tanah. “Siapa pemilik tanah? Berapa luas tanahnya? Semua kan ada di BPN,” kata Yayat.
Yayat menambahkan, ke depannya, jika ada perencanaan dan pembangunan infrastruktur diharapkan telusuri dahulu tanah yang akan dibangun. “Jangan asal bangun saja, cek dahulu tanahnya. Harga yang ditawarkan berapa? Ya seperti itu kalau mau cepat selesai,” kata dia menegaskan.
Warga ‘Nakal’
Sementara itu, Sekretaris Kelurahan Pisang Baru, Hery Kurniawan, mengatakan, program DDT dan pembebasan lahan di Pisangan Baru Tengah II sudah berlangsung lama. Akan tetapi, warga membangun lagi bangunan di dekat rel kereta api.
“Iya, sudah dari 2000-an itu pembebasan lahan karena belum ada pembangunan dari PT Kereta Api Indonesia (KAI). Warga bangun lagi rumah di situ. Sudah dibayar uang pembebasannya udah lama itu,” kata Hery.
Namun, lanjut dia, tidak ada tanda-tanda pembangunan dari pihak PT KAI. Sehingga, warga membangun rumah lagi di daerah tersebut. Sampai pada akhirnya, sekarang rata dengan tanah.
Menurutnya, banyak warga yang merasa belum terima uang pembebasan lahan. Padahal, sudah dikasih uang pembebasan lahan oleh pihak PT KAI. “Ya ini kan sudah dulu banget program dan pembebasan lahannya. Misalnya, uang ganti ruginya sudah dikasih orang tuanya, orang tuanya meninggal. Anaknya merasa belum dikasih,” ujar dia.
Maka dari itu, kata dia, wewenang dari pembebasan lahan ini lebih tepatnya pihak PT KAI dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Ia dan pihak kelurahan hanya bagian mendukung untuk pembangunan serta melayani warga.
Hery menambahkan, belum ada informasi selanjutnya untuk pembebasan lahan dan target pembangunannya. “Ya, lebih valid tanya PT KAI yang punya lahannya. Kemarin hanya izin untuk mengeruk tanah di Pisangan Baru Tengah II di sekitar rel,” ujar dia.
Ketua RW 03, Maulana (62 tahun), mengatakan, enam tahun yang lalu sudah digusur dan dikasih uang pembebasan lahan. Sebab, program DDT sudah lama disosialisasikan.
Maulana menambahkan, hanya ada enam kartu keluarga (KK) yang merupakan warganya, sisanya pendatang. Bahkan, daerah tersebut dikenal dengan nama Tengseng karena menjadi tempat esek-esek.
“Ya itu tempat wanita nakal dan hidung belang. Untung sudah dibongkar, jadi mengurangi kegiatan yang tidak baik,” kata Maulana.
Salah satu warga RT 09 RW 03, Faryanti (34 tahun), mengatakan, rumahnya yang berada di sekitar rel sudah digusur sebulan lalu. Sebelum digusur, warga sudah mengosongkan rumahnya.
“Ya itu ada yang pindah, ada yang ngontrak di belakang. Ini yang digusur namanya daerah Tengseng. Kata mandornya selesai tiga tahun lagi proyek DDT bakal selesai,” kata Faryanti.