Selasa 16 Apr 2019 13:16 WIB

Putusan MK Tegaskan Kapan Hitung Cepat Pemilu Bisa Diumumkan

MK menolak permohonan uji materi UU Pemilu terkait pengumuman hasil hitung cepat.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Andri Saubani
Hakim Ketua Konstitusi Anwar Usman (tengah) memimpin sidang putusan gugatan quick count atau hitung cepat pada Pemilu serentak 2019 bersama Hakim Konstitusi Arief Hidayat (kanan) dan Aswanto di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (16/4/2019).
Foto: Antara/Galih Pradipta
Hakim Ketua Konstitusi Anwar Usman (tengah) memimpin sidang putusan gugatan quick count atau hitung cepat pada Pemilu serentak 2019 bersama Hakim Konstitusi Arief Hidayat (kanan) dan Aswanto di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (16/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi Undang-Undang (UU) Pemilu terkait pengumuman hasil hitung cepat. Dengan begitu, pengumuman hasil hitung cepat hanya boleh dilakukan paling cepat dua jam setelah pemungutan suara di wilayah waktu Indonesia bagian barat selesai.

Dalam pertimbangannya, MK melihat perbedaan waktu pelaksanaan pemungutan suara di tiga wilayah waktu Indonesia.  "Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK, Anwar Usman, saat membacakan putusan di Gedung MK, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (16/4).

Baca Juga

Dalam pertimbangannya MK berpendapat, ketentuan pembatasan aturan hitung cepat setelah dua jam Waktu Indonesia Barat (WIB) tidak dapat dimaknai menghilangkan hak masyarakat. Hak terkait mendapatkan informasi mengenai hasil pemilu. MK menilai, kemurnian suara pemilih di wilayah waktu lain haruslah dijaga.

Sesuai pembagian wilayah di Indonesia, penyelenggaraan pemungutan suara di wilayah Waktu Indonesia Timur (WIT) lebih cepat dua jam sebelum WIB. Kemudian penyelenggaraan pemungutan suara di wilayah Waktu Indonesia Tengah (WITA) berbeda satu jam lebih lambat dari WIB.

"Kalau itu (hitung cepat) dilakukan, beberapa wilayah di Indonesia ada yang belum selesai melakukan penghitungan suara," kata majelis hakim.

Sebelumnya, para pemohon menggugat sejumlah pasal di UU Pemilu yang melarang hitung cepat sejak pagi hari. Pasal tersebut, yakni Pasal 449 ayat 2 UU Pemilu. Pasal tersebut berbunyi, "Pengumuman hasil survei atau jajak pendapat tentang Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang dilakukan pada Masa Tenang."

Kemudian, ada Pasal 449 ayat 5, yang berbunyi, "Pengumuman prakiraan hasil penghitungan cepat Pemilu hanya boleh dilakukan paling cepat dua jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat."

Gugatan ini diajukan oleh sejumlah stasiun televisi dan Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI). Beberapa waktu lalu, perwakilan kuasa hukum pemohon, Andi Syafrani, berpendapat, pada zaman dengan kecepatan informasi saat ini, penundaan itu justru berpotensi munculnya penyebaran berita-berita palsu.

"Empat jam adalah waktu yang sangat panjang bagi munculnya berbagai informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement