Jumat 12 Apr 2019 16:17 WIB

Rendahnya Tingkat Partisipasi Pemilih Perlu Diantisipasi

Survei menunjukkan tingkat partisipasi pemilih masih rendah.

Petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) tanah abang mengecek kelengkapan logistik Pemilu 2019 di Gelanggang Remaja Kecamatan Tanah Abang, Jakarta, Jumat (12/4).
Foto: Republika/Prayogi
Petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) tanah abang mengecek kelengkapan logistik Pemilu 2019 di Gelanggang Remaja Kecamatan Tanah Abang, Jakarta, Jumat (12/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Target tingkat partisipasi pemilih yang dipatok Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pemerintah dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) sebesar 77.5 persen terancam tidak tercapai. 

Hal diungkapkan Peneliti Senior Founding Fathers House dan Pendiri Sindikasi Pemilu Demokrasi, Dian Permata, dalam keterangannya kepada Republika.co.id, Jumat (12/4). “Umumnya, pengetahuan pemilih soal elemen teknis tidak menggembirakan. Ini menjadi catatan serius jelang beberapa hari pelaksanaan Pemilu 2019,” papar Dian.  

Baca Juga

Lebih lanjut, Dian mengatakan dari temuan riset bersama Founding Fathers House (FFH) dan Sindikasi Pemilu Demokrasi (SPD) diketahui, 94 persen pemilih sudah mengetahui adanya pelaksanaan pemilu. Dari 94 persen itu, hanya 57 persen yang dapat menyebutkan secara tepat tanggal dan pelaksanaannya, menggunakan teknik pertanyaan terbuka.

Padahal, kata Dian, 17 April 2019 sebagai tanggal pelaksanaan sudah mulai disosialisasikan sejak 25 April 2017. Kemudian, DPR menindaklanjuti dengan disahkannya UU 7/2017 pada Agustus 2017. Lalu, KPU merespons hal tersebut dengan menerbitkan sejumlah tahapan Pemilu 2019 dengan mengesahkan PKPU 32/2018 soal tahapan, program, dan jadwal penyelenggaraan Pemilu 2019.  

“Semestinya angka pengetahuan pemilih soal 17 April 2019 sudah tinggi bahkan sudah tinggi. Apalagi jika hal tersebut dikaitkan polarisasi dukungan capres-cawapres,” kata dia.  

Dian juga memaparkan data beberapa provinsi yang angka tingkat pengetahuannya rendah soal adanya pelaksanaan pemilu seperti Jambi, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Papua. Sedangkan provinsi yang pemilihnya banyak tahu soal tanggal dan bulan pelaksanaan dengan tepat itu Riau, Kalimantan Barat, Sulawesi Barat, Maluku Utara.

Secara detail hasil riset menunjukkan responden mengetahui coblos adalah teknis penggunaan surat suara sebesar 7.42 persen mengetahui ada lima (5) jenis warna yang digunakan 37.5 persen untuk pengetahuan soal regulasi pemilu UU 7/2017, jumlah kursi DPR RI yang diperebutkan caleg, metode suara menjadi kursi, jumlah Dapil Caleg RI, besaran angka parliament treshold, serta besaran president treshold hanya di bawah 15 persen.    

Senada dengan Dian, Direktur Eksekutif SPD August Mellaz, menyatakan  persoalan rendahnya pengetahuan pemilih menambah daftar pekerjaan rumah penyelenggara pemilu. Sebelumnya, sudah ada daftar masalah seperti daftar pemilih dan dana kampanye. 

Akibatnya, banyak pemerhati pemilu yang menilai bahwa pelaksanaan Pemilu 2019 tidak lebih baik dari Pemilu 2014.  “Uang sudah diberikan lebih besar sampai Rp 30 triliun. Waktu juga disiapkan lebih lama. Namun hasilnya yang didapat tidak siginifikan,” ungkap August.  

Perlu diketahu bahwa Survei ini dilaksanakan pada Januari-Maret 2019 dengan menggunakan metodologi multistage random sampelling. Jumlah respoden sebesar 1.200 dengan kriteria sudah punya hak pilih atau sudah pernah menikah dan bukan TNI/Polri aktif. Tingkat kepercayaan 95 persen dengan margin of error  2.8 persen. Survei dilakukan dengan wawancara tatap muka dengan bantuan kuisioner. 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement