Jumat 12 Apr 2019 09:19 WIB

Anies Diminta Buat Pedoman Teknis Soal Naturalisasi Sungai

Pergub dinilai tidak menjawab persoalan kritis sungai di Jakarta

Deretan rumah kumuh bantaran sungai Ciliwung di Jakarta, Senin (26/2).
Foto: Republika/Prayogi
Deretan rumah kumuh bantaran sungai Ciliwung di Jakarta, Senin (26/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 31 Tahun 2019 tentang Pembangunan dan Revitalisasi Prasarana Sumber Daya Air Secara Terpadu dengan Konsep Naturalisasi telah diundangkan per 1 April 2019 lalu. Namun, Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan hingga kini belum menjelaskan pelaksanaan pergub tersebut.

"Nanti saja, lengkap saja," ujar Anies saat diajukan pertanyaan mengenai pergub konsep naturalisasi tersebut, Kamis (11/4).

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DKI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi menilai pergub konsep naturalisasi tidak menjawab persoalan kritis sungai di Jakarta. Selain harus mengembalikan fungsi sungai, pergub itu juga tak berbicara secara signifikan upaya mencegah banjir.

"Pergub ini tidak signifikan bicara soal pemulihan sungai di Jakarta. Harus diingat ini seolah-olah bahwa tekanannya, base line-nya, hanya bicara soal banjir dan itu pun tidak signifikan," kata Tubagus.

Menurut dia, ruang terbuka hijau (RTH) selama ini yang dibangun Pemprov DKI dinilai lebih banyak mengutamakan artistik dibandingkan fungsinya bagi lingkungan. Karena itu, kata dia, belum ada solusi yang riil dalam menjawab persoalan banjir di Jakarta.

Di samping naturalisasi, Tubagus lebih ingin Pemprov DKI memulihkan sungai salah satunya mencegah pencemaran sungai. Banjir dan pencemarannya harus ditangani secara bersamaan agar tak menimbulkan dampak lingkungan yang membahayakan masyarakat.

"Pergub naturalisasi yang diturunkan oleh pemprov ini belum pada upaya pemulihan sungainya. Padahal, judul pergub ini sumber daya airnya karena yang dialami ini bukan hanya persoalan banjirnya tetapi persoalan pencemarannya," kata Tubagus.

Sebelumnya, Plt Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta Yusmada Faizal mengatakan, poin penting pergub tersebut adalah membangun dan merevitalisasi SDA yang terdiri atas sungai, waduk, maupun embung. Menurut dia, pembangunan harus dilakukan terpadu karena melibatkan konsep tata ruang.

"Pergub 31 itu kita mau membangun, merevitalisasi SDA dengan konsep-konsep natural dan itu pembangunan terpadu, tidak satu unit di sana masuk, harus semua," ujar Yusmada di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Selasa (9/4).

Dalam pergub tersebut, garis besar yang dimaksud dengan naturalisasi adalah pengelolaan prasarana SDA melalui konsep pengembangan RTH. Kendati demikian, hal tersebut tetap memperhatikan kapasitas tampung, fungsi pengendalian banjir, serta konservasi.

Republika berkesempatan menemui Yusmada saat akan menghadiri rapat pimpinan bersama Anies di Balai Kota. Namun, ketika akan ditanyakan lebih lanjut pelaksanaan Pergub Nomor 31 Tahun 2019 itu, ia tak mau berkomentar. "No comment soal naturalisasi," kata Yusmada, Kamis (11/4).

Sementara itu, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, meminta kejelasan mengenai petunjuk teknis dari pergub konsep naturalisasi itu. Ia meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta membuat petunjuk pedoman teknis dengan konsep naturalisasi.

"Kita belum tahu sejauh mana naturalisasi itu, tujuannya apa, untuk konservasi atau konteks menanggulangi bencana banjirnya," kata Yayat saat dihubungi Republika.

Berdasarkan isi dari pergub tersebut, ia juga belum tahu apakah pergub konsep naturalisasi itu ditujukan untuk mencegah banjir. Menurut dia, konsep normalisasi dari pemerintah pusat melalui Badan Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) mengembalikan kapasitas sungai dengan cara melebarkannya.

Dengan demikian, ketika terjadi limpahan air yang cukup besar, air bisa tertampung di sungai dan langsung dialirkan ke laut. Namun, Yayat mengatakan, dalam pergub konsep naturalisasi milik Pemprov DKI belum ditemukan kejelasannya.

Pergub itu hanya menyebutkan, bila hujan deras maka akan dimaksimalkan dengan resapan melalui RTH. Sementara itu, Yayat belum mendapatkan informasi bagaimana kemampuan resapan debit air yang dapat dilakukan bisa mengatasi banjir.

"Konsep yang dari naturalisasi kan bagaimana konteks resapannya, berapa besar kemampuannya. Pergub turunannya lah yang dibutuhkan itu adalah pedoman teknisnya, acuannya, acuan itu penting untuk menjadi panduan," kata Yayat.

Ia melanjutkan, dengan pedoman teknis itu, dapat diketahui sejauh apa naturalisasi bisa menanggulangi masalah banjir di Ibu Kota. Sementara itu, kata Yayat, apabila naturalisasi bukan untuk mengatasi banjir, ia mempertanyakan tujuan dari pergub tersebut.

Menurut dia, kemungkinan juga pergub konsep naturalisasi sebagai cara untuk konservasi, termasuk perlindungan dan pelestarian. Karena itu, Yayat juga meminta agar Pemprov DKI berkoordinasi dan berdiskusi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terkait upaya pencegahan banjir.

Ia menuturkan, kendati menggunakan konsep naturalisasi dengan mengutamakan penyerapan air melalui RTH, Pemprov DKI juga harus menyediakan lahan yang dapat meresap air dengan cepat ketika volume air tinggi. Artinya, Yayat menambahkan, harus ada pembebasan lahan.

Pasalnya, untuk mendapatkan lahan ruang terbuka di Jakarta, cara pembebasan lahan harus dilakukan. Karena itu, Yayat menyatakan, Pemprov DKI juga harus menyediakan anggaran yang cukup besar untuk penyediaan lahan.

"Ini masalah utama. Masalah pembebasan lahan tanahnya yang agak berat. Itu yang anggarannya agak. Ini karena penyerapan suka enggak efektif karena masyarakat banyak yang ogah dipindahkan," kata Yayat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement