REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, mengatakan hasil Pemilu 2019 tidak bisa digugat ke peradilan internasional. Sebab, tidak ada mekanisme hukum yang memungkinkan gugatan ke peradilan internasional.
Menurut Mahfud, untuk memaksimalkan pelaksanaan pemilu yang adil dan bermartabat, potensi kecurangan tetap harus diantisipasi oleh KPU. Selain itu, Bawaslu pun harus mengawasi dengan ketat.
"Jika ada kecurangan, ada penegak hukum dan penyelesaiannya harus sesuai jalur hukum yang berlaku," ujar Mahfud di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (10/4).
Jalur hukum itu bisa melalui Mahkamah Konstitusi (MK) untuk sengketa hasil pemilu, peradilan pidana atau mekanisme lain yang tersedia. "Jadi, tidak ada mekanisme hukum yang memungkinkan orang mengadu ke peradilan internasional atau ke Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Itu tidak ada," tegas Mahfud.
Sebab, lanjut dia, peradilan internasional hanya ada dua bidang. Pertama, International Court of Justice di Roma (Italia) yang bertugas mengadili sengketa antarnegara.
"Misalnya menangani sengketa perebutan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan di situ," jelasnya.
Kedua, International Criminal Court di Den Haag (Belanda) yang bertugas mengadili kejahatan kemanusiaan. Sehingga, soal pemilu tidak bisa diajukan menjadi peradilan internasional.
"Tidak ada kondisi dunia Internasional mengadili kontestan (pemilu di suatu negara) . Di sini sudah disediakan semua di negara ini, ada MK, ada Bawaslu. ada pengadilan umum kalau itu kecurangan dalam bentuk pidana. Kalau administrasi itu ada Bawaslu kemudian MK memutus dan seterusnya," jelas Mahfud.
Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo mengatakan ada banyak lembaga yang bisa menjadi tempat untuk melaporkan penyelenggara Pemilu 2019 jika berbuat curang. Lembaga tersebut antara lain
Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, Interpol, hingga PBB dan badan turunannya.