REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan, Profesor Mahfud MD berharap Pemilu tidak dilegitimasi pihak manapun. Pemilu juga diharapkan tidak dibuat 'mainan' seakan tak berguna pelaksanaannya.
"Karena sekarang ini sudah ada yang mendelegetimasi, 'kalau saya kalah, berarti curang'. Kan tidak bagus, kita lihat pemilihannya dulu. 'Kalau nanti saya kalah, saya tidak akan ke pengadilan Indonesia tapi pengadilan internasional'. Itu kan mendelegetimasi kita sendiri," kata Mahfud kepada wartawan di Jalan Sudimoro, Kota Malang, belum lama ini.
Jika terdapat salah satu calon presiden (capres) yang kalah, maka kasusnya dibawa ke Pengadilan Indonesia. Tidak ada wewenang mengadili masalah Pemilu di Pengadilan Internasional. Lembaga tersebut hanya memproses dua hal, peradilan antarnegara dan kasus kriminal internasional.
"Pengadilan peradilan internasional itu mengadili pelanggaran HAM berat seperti pembantaian, genosida yang lain-lain enggak ada. Kalau soal pemilu dibawa ke dunia internasional, nanti malah diketawain di sana," tambah dia.
Berdasarkan situasi ini, Mahfud mendorong agar pelaksanaan Pemilu 2019 dapat berjalan sebaik-baiknya. Dorongan ini juga ditunjukkan kepada 51 juta kaum milenial agar mau berkontribusi dalam pencoblosan nanti. Keterlibatan mereka jelas akan menentukan kualitas Pemilu dan bangsa di masa depan.
Menurut Mahfud, kaum milenial merupakan kelompok yang akan mewarisi negara di masa depan. Untuk itu, kaum ini harus mempersiapkan diri memimpin negara di berbagai tingkatan maupun profesi. "Kalau tidak memilih berarti tidak menentukan pemimpin, padahal itu akan menentukan masa depan," tegas Mahfud.
Mahfud juga berpendapat, pemilih harus menentukan calon pemimpin yang mempunyai rasa nasionalisme. Jika pemimpin yang terpilih tidak punya nasionalisme, maka tak akan mampu mengembangkan kecintaan anak milenial ke negara. Kondisi semisal kurang ditegakkannya hukum bisa membuat kesetiaan mereka kepada negara bekurang.
Dia mengaku khawatir anak muda akan lebih mudah berhubungan dengan dunia luar. Mereka kelak melamar pekerjaan melalui gawai ke luar negeri dengan mudahnya. Jika terjadi demikian, maka potensi orang-orang hebat malah akan terserap ke bangsa lain.
"Ini kalau pemerintah sendiri yang kita miliki tidak baik mengurus negara, tidak baik cara memberi janji bagi masa depan anak milineal ini," tambahnya.