REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Rita Pranawati menyesalkan pengeroyokan 12 siswi SMA di Pontianak, Kalimantan Barat, terhadap Audrey yang masih SMP karena motif asmara.
"KPAI menyesalkan adanya kasus pengeroyokan terhadap anak dengan pelaku anak juga," kata Rita saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (9/4).
Menurut dia, proses penyelesaian kasus tersebut harus dilandaskan pada Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) yang menyebutkan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) adalah anak pelaku, korban dan saksi. Komisioner KPAI bidang Pengasuhan mengatakan SPPA lahir dengan prinsip "restorative justice" atau pemulihan situasi anak pada kondisi semula.
"Kepada korban, proses perlindungan dan rehabilitasinya harus dipastikan dan ini yang dilakukan saat ini oleh Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Kalbar," kata dia.
Bagi pelaku, kata dia, proses yang dilakukan dilandaskan pada SPPA. KPAD bertugas memastikan proses yang menyangkut korban dan pelaku sesuai dengan regulasi berlaku.
Sementara itu, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan pihaknya meminta kepolisian mengusut tuntas dan mendorong penyelesaian kasus ini menggunakan ketentuan UU SPPA.
KPAI/KPPAD Pontianak, kata dia, akan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Pontianak untuk pemenuhan hak rehabiltasi kesehatan korban, termasuk pengawasan ke pihak RS yang merawat korban.